Tatkala langit masih menghujam di tanah-tanah gersang
Dengan air hujan di malam yang pekat
Aku duduk termenung sembari berpikir keadaan keimanan
Keimanan yang terkadang di monopoli salah satu pihak
Lalu dia membully sekan-akan keimanan yang ada dalam dirinya
Menganggap keimanan yang tak sesuai dengan diri di anggap kesesatan
Aku masih termenung di atas gundukan batu
Air hujan menyerangku di segala arah
Aku masih duduk termenung berkontemplasi melihat keadaan semesta
Kian hari semakin di luar nalarku
Hingga ku mengadahkan tangan ke atas dan mencoba memahami keadaan semesta yang juah dari jiwaku
Karena ada golongan yang menganggap diri memenuhi marwah keimanan
Menganggap yang lain penuh dengan dusta kebohongan
Kafankan marwah iman
Kala hati memenuhi kesombongan
Menganggap diri memenuhi sabda dan firman
Lalu menyerang yang lain jauh dari iman
Menganggap diri dipenuhi kebenaran
Hati sudah dipenuhi kesombongan keimanan
Kafankan marwah iman
Jika pikiran dan nalar sudah dibutakan keimanan diri
Menganggap yang lain jauh dari keimanan
Sungguh kafankan marwah iman
Saat hati memenuhi kotor dalam jiwa atma
Aku masih duduk di atas batu
Diguyur air hujan yang keras
Pada malam yang pekat
Dalam perenunganku
Mencari secercah cahaya keimanan
Mencari marwah keimanan
Memenuhi langit-langit pikiran
Memenuhi jiwa alam nalarku
Memenuhi senandung irama kebatinan yang berkecamuk di dada
Dalam menyingkap tentang kafankan marwah iman
Memenuhi hati yang kotor di hati jiwa atma
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H