Mohon tunggu...
Khoirul Taqwim
Khoirul Taqwim Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pascasarjana UIN Raden Mas Said Surakarta

Peneliti Tentang Kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Wajah Desa Masa Kolonial

24 Agustus 2022   07:23 Diperbarui: 24 Agustus 2022   07:24 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kala embun pagi yang sejuk di desa

Sebelum masa kolonial

Nampak asri kedaan semesta

Namun di kala kolonial menguasai penjuru desa

Terlihat kepulan asap tak terhindarkan

Pembantaian manusia berkecamuk di udara

Pembantaian tak mengenal umur

Dari balita hingga lansia tak terelakkan

Peluru dan mortir meleburkan segala yang ada

Perampasan hasil pertanian tak terhindarkan

Desa benar-benar di buat kacau balau di masa kolonial

Menjelang senja tiba

Nampak wajah desa begitu tegang

Keadaan yang dahulu damai sebelum masa kolonial

Pada masa kolonial keadan amburadul

Tak sedikit tubuh-tubuh luka berdarah

Kaum kolonial melakukan pemaksaan dengan penuh kekejaman

Kerja paksa bagi pemuda desa

Kerja tanpa upah dan imbalan

Sungguh masa kolonial

Penderitaan penduduk desa

Begitu menyayat hati dan jiwa atma

Desa masa kolonial

Desa yang penuh dengan penjara tanpa pengadilan

Penyiksaan bagi mereka yang menolak keingian kaum kolonial

Penderitaan yang mengiris hati

Membuat penduduk desa ketakutan

Sungguh desa masa kolonial

Desa yang di penuhi air mata dan darah yang luka

Nampak di tubuh-tubuh anak maupun orang dewasa

Tak sedikit yang luka akan sangkur dan bayonet yang dihantamkan penduduk desa

Mereka yang mengahantam kaum kolonial

Tanpa belas kasihan

Bahkan peluru senapan jawaban

Bila kaum kolonial belum puas dalam menyiksa penduduk desa

Wajah desa masa kolonial

Penuh dengan penderitaan

Penuh dengan penyiksaan

Penuh dengan sayatan hati

Penuh dengan kesadisan

Penuh dengan kesedihan

Sungguh wajah desa masa kolonial

Penuh dengan air mata dan darah yang luka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun