Kulihat dari ujung perpus
Seorang lelaki kurus menenteng tas berwarna hitam
Sambil bermain diksi-diksi yang tersembunyi dibalik wajah garangnya
Dia berjalan dari arah selatan menggenggam kertas-kertas kosong
Sambil membawa pena berwarna hijau
Terlihat dia ingin menulis sesuatu
Sambil mulutnya komat-kamit ingin meluapkan emosi dan rasa
Sambil tangan kirinya mengepal penuh emosi membara
Seakan-akan ingin membakar aksara kata
Lalu menghidupkan abjad yang tersembunyi dibalik kerak jiwa
Aku menyebutnya
Karena dia masih penuh ambisi dan emosi
Seakan-akan ingin menghabisi segala kata dengan nalarnya
Ingin membakar aksara yang tersembunyi dibalik sastra yang kaku
Ingin membentuk pola sastra yang tidak terjebak kata baku
Dia ingin menulis dengan jalannya sendiri
Bukan jalan yang sudah digaris para sastrawan lama
Karena dia ingin penyegaran di dunia sastra yang kaku menjadi cair, sastra yang penuh aturan menjadi sastra pembebasan
Sastrawan muda
Aku menyebutnya
Lewat tatapan sorot matanya, seperti burung gagak yang siap menjemput dan menerkam mangsanya
Dari sorot matanya, terlihat sastrawan muda yang ingin perubahan kebebasan dalam memilih kosa kata dan tak perlu ada banyak aturan dalam menulis sastra
Mungkin saja  dia sastrawan muda yang ingin melumat segala kata yang tak sesuai dengan daya pikirnya               Â
Sungguh dia terlihat sastrawan muda yang menggebu-gebu dalam memainkan peran sebagai penulis jalanan
Sastrawan muda
Nampak sudah mulai lelah memainkan diksi-diksi
Dia mulai terlihat keringat dingin
Saat membaca tentang syair yang baru saja ditulis tentang syair perubahan
Perubahan menuju daya sastra yang mengandung imajiner dan harapan
Menjadi satu kesatuan untuk diwujudkan keberadaannya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI