Mohon tunggu...
Khoirul Mustofa
Khoirul Mustofa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa KPI

Menulis Akan Memperpanjang Umur kunjungi juga blog saya pribadi kita akan menjelajahi tata cara yang baik dalam berkomunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Ujian Hidup Manusia terhadap Harta (Part 2)

20 November 2020   01:30 Diperbarui: 20 November 2020   01:52 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber : bengkuluinteraktif.com)

Seberapa sering godaan hawa nafsu menghampiri kita dalam sehari? Seberapa sering karena cintanya terhadap harta kita enggan untuk berbagi? Berapa waktu yang telah dihabiskan hanya untuk mengejar materi? 

Kita sebagai makhluk yang dikarunia perangkat penimbang nilai, yang bisa membedakan perkara hak dan batil, maka setiap perilaku seorang insan akan dimintai pertanggungjawaban. 

Jika matahari terbit di pagi hari dan terbenam ketika menjelang malam, begitulah atuarannya yang sudah diberikan. Sehingga tidak perlu yang namanya perintah. Tetapi berbeda dengan manusia, telah diberikan potensi bisa ingkar dan taat, aturan berupa perintah dan larangan menunjukkan bahwa manusia diberikan kehendak. 

Dijelaskan di dalam surat As-Syams ayat 8 sampai 10, "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." Dengan demikian, kebutuhan tidak bisa dijadikan alasan di dalam melakukan kedosaan. Allah sudah menunjukkan jalan yang baik dan buruk, tinggal kita hendak memilih cara yang mana di dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Harta bisa membuat manusia sering lupa akan tujuan hidup. Memang tidak bisa dipungkiri ujian di dunia adalah cobaan yang berat bagi manusia. Qorun yang sebelumnya beriman, kemudian bisa berubah karena terpengaruh silaunya kenikmatan dunia. Orang miskin karena tidak kuat akan ujian harta, sampai berani menjual diri. 

Kenapa harta benda menjadi ujian yang sulit bagi manusia? Pada hekekatnya manusia itu makhluk pengejar kebahagiaan, tidak ada satu pun yang ingin hidup menderita! Bahkan manusia yang mengakhiri hidup itu, ingin bahagia dengan melepaskan masalah dengan cara bunuh diri. 

Manusia itu makhluk yang tidak tahan menderita, ketika mendapatkan sesusahan saja langsung berkeluh kesah (Qs. al-Ma'arij [70] :20). Dari sifatnya itu dunia memberikan kenikmatan yang riil, di dalam surat Ali Imaran ayat 14, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)." 

Memang indah jika kita membayangkan dengan perasaan kita, jika memiliki rumah dan mobil mewah, ditambah harta berlimpah ruah, perhiasan dengan berbagai jenis, sawah ladang hingga binatang ternak. Semua itu akan terasa lebih nikmat jika dapat segera terpenuhi (Qs. Al-Isra [17] : 11). 

Oleh karena itu, harta sering memabukkan manusia dari jalan kebenaran. Dunia nikmatnya nyata, manusia tidak tahan menderita apa lagi sampai menunggu lama untuk mendapatkan kebahagiaan. 

Bagi yang tidak mempunyai pemikiran yang dalam disertai dengan penghayatan akan ketuhanan, manusia mudah saja tergoda. Bahkan orang yang alim pun tidak akan lepas dari ujian silaunya dunia. 

Jangan kita kira bahwa orang yang tekenal akan alim itu, cobaan akan harta benda sudah tidak ada. Bahkan sebenarnya malah semakin besar, tidak sedikit karena sudah besar dan punya pengaruh bisa tergelincir karena harta atau wanita. 

Contoh tauladan yang bisa kita jadikan figur dalam hal ini adalah Umar bin Khattab, ketika kaum muslimin pada masa kepemimpinan Umar bisa memenangkan perang melawan Persia saat perang Qodisiah. 

Ketika itu Sa'at bin Abi Waqqas membawa harta rampasan perang yang berlimpah. Umar dihadapkan limpahan harta yang tidak pernah dialami oleh Abu Bakar dan Rasulullah saw. Tetapi Umar tetap teguh pada keputusannya:

"Yang dianggap boleh dari harta itu buat saya dua pasang pakaian: sepasang untuk musim dingin dan sepasang untuk musim panas; itu yang saya pakai menunaikan ibadah haji lalu dibalikkan untuk umrah; yang saya makan dan dimakan keluarga, seperti yang dimakan keluarga Quraisy, bukan dari orang yang terkaya, juga bukan dari yang termiskin. Di samping itu saya adalah sama dengan muslimin yang lain, yang saya peroleh sama dengan yang mereka peroleh." (Muhammad Husein Haekal,2015).

Walaupun rakyat memperbolehkan Umar untuk mengambil lebih dari itu sebagai hak atas kedudukanya sebagai khalifah, tetapi beliau menolak. Hal demikian sudah tepat karena sekali saja dia mengambil harta umat, memiliki kecenderungan hidup berlebih maka akan mengantarkan pada tindak korupsi.

Mendudukkan Harta Dunia dengan Tepat

Sebagai bahan pemahaman agar kita bisa lulus dari ujian akan harta benda. Maka sebaiknya kita bisa memahami kedudukannya, bagi siapa yang bisa mendudukkan dengan tepat dialah yang berhasil lolos dan sebaliknya, jika dia salah akan berakibat gagal dalam ujian. Pahamilah bahwa kita ini adalah musafir yang sedang melakukan perjalanan yang jauh untuk bisa mencapai tujuan. 

Dalam perjalanan kita perlu yang namanya istirahat dan bekal, harta dunia adalah alat kita agar  bisa mencapai surga digunakan untuk kebaikan (Qs. Al-Baqarah [2] : 25). Terkadang manusia itu karena asiknya untuk mendapatkan bekal, sampai melupakan akan tujuan hidup sebenarnya. 

Materi dijadikan tujuan bukan sebagai alat. Perilakunya pagi sampai malam hanya disibukan untuk menumpuk harta benda, karena materi sudah banyak dan jarang dikeluarkan untuk sosial membuat dia lemas dalam berjalan, dengan begitu tanpa sadar cita-citanya sudah beralih ke dunia. Orang yang berbuat demikian telah diperingatkan oleh Allah dalam surat At-Takaatsur ayat 1 sampai 8.

Selain ingat akan tujuan hidup kita, agar senantiasa bisa mendudukkan maka terapkanlah gaya hidup sederhana, jangan dikira bahwa hidup sederhana itu sama dengan miskin. 

Dalam ajaran Islam melarang hambanya untuk miskin, karena kesusahan akan ekonomi bisa mengarahkan pada kefasikan hingga kekafiran. Islam mengajarkan umatnya agar berkerja keras di dalam mencari karunia Allah (Qs. Al-Jumuah [62] : 62). Hidup sederhana adalah seperti yang dikemukakan oleh Umar bin Khattab tadi, bukan dari orang yang terkaya, juga bukan dari yang termiskin. 

Seimbang sesuai dengan kebutuhan, di jelaskan di dalam surat Al Qashash ayat 77, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan."

Kesimpulan

Semoga kita semua menjadi hamba yang bisa mencapai keberhasilan, di dalam menghadapi ujian harta. Dengan bisa mendudukkan harta dengan tepat, dijadikan sebagai alat bukan sebagai tujuan. Kita senantiasa sadar akan kepribadian seorang muslim yang hidup secara sederhana, tidak mewah dan tidak miskin. Dengan penghayatan akan tujuan hidup dan berpikir secara mendalam, bahwa kenikmatan dunia itu sifatnya cepat didapat dan cepat hilangnya. 

Dengan demikian, kita ini adalah orang yang berpikir dalam dan penuh perhitungan sehingga menghasilkan perilaku yang tidak tergesa-gesa untuk menikmati kebahagiaan yang sifatnya sementara. Sebaliknya tujuan hidup kita lebih besar, tidak hanya dunia tetapi juga akherat, dunia sebagai jalan mengumpulkan bekal dan akherat sebagai tempat peristirahatan abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun