Mohon tunggu...
Khoirul Cbp
Khoirul Cbp Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiawa

saya seorang mahasiswa yang suka sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Langgar Bubrah, Cagar Budaya di Kota Santri

14 Oktober 2024   08:00 Diperbarui: 14 Oktober 2024   08:18 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kudus -- Bicara perkembangan peradaban Islam di Kota Kudus jawa Tengah htak akan lepas dari keberadaan Langgar bubrah yang beradadi jalan Sunan Kudus No.137,  Demangan Kecamatan Kudus Kota Kabupaten Kudus.Pasalnya langgar Bubrah merupakan salah satu saksi biksu perjuangan sunan kudus dalam menyebarkan islam.

Langgar bubrah merupakan satu diantara peninggalan Sejarah dikabupaten kudus.Diketahui dari cerita yang beredar dikalangan masyarakat,usia langga bubrah ini lebih tua dari menara kudus yang saat ini menjad salah satu icon di kota kudus.

Keberadaannya berada dintengah kota kudus,bangunan yang terdapat tulisan penanda bangunan cagar budaya yang keberadaanya harus dijaga.Arsitektur bangunannya pun berupa tumooukan batu bata merah yang mengelilingi kompleks banguan.

Bangunan yang berbentuk joglo berwarna kecoklatan,selain batu bata juga dilengkapi dengan berbagai ukiran kono yang masih melekat sampai sekarang,serta terdapat menhir dan yoni.

Langgar,di jaman dahulu dikenal sebagai tempat ibadah umat islam,sementata bubrah dalam basa jawa yang memiliki arti hancurLanggar bubrah atau orang kuno menyebutnya sigit Bubrah ini dajulunya bekas masjid yang sudah tidak terpakai,bangungan tersebut merupakan simbol akulturasu budaya antara agama Hindu dengan agama Islam.

Juru kunci Langgar Bubrah,fahmi Yoni mengatakan,keberadaan bangungan cagar budaya langgar bubrah sendiri berasal dari era zaman Raden Pangeran Poncowati yang makamnya berada didesa Ngembal kulon atau sebelum Sunan kudus menyebarkan islam di Kudus.

"Hindunya berasal dari zaman Raden Pangeran Poncowati,dahulu Kanjeng sunan Kudus adalah senopati dari kerajaan Demak Bintoro lalu dibrikan tugas oleh Raden Patah untukmenyebarkan islam di kudus,kata fahmi Yoni.

Bangunan langgar bubrah merupakan salah satu sisa bangungan peradaban penyebaran agama isla di kabupaten kudus dan sekitarnya.Dimana Raden Pengeran Poncowati yang terlebih dahulu menempati bangungan langgar bubrah,kemudian memberikannya kepada aknjeng sunan kudus atau Syekh Ja'far Shodiq karena berhasil membuat Raden Poncowati dan pengikutnya memeluk Islam.

"Jadi waktu itu semua asetnya Poncowati diberikan Sunan Kudus, yakni Langgar Bubrah, keratonnya atau yang saat ini adalah Menara Kudus termasuk Komplek Gapura Padureksan itu milik Poncowati," ujarnya.

Termasuk bangunan Hindu waktu itu, berupa Menara Kudus, Langgar Dalem, Masjid Padureksan Kemudian Langgar Bubrah adalah murni bangunan berarsitektur Hindu yang menggunakan bata merah berbentuk kotak.

Semua aset bangunan tersebut, jelas Fahmi, dihadiahkan kepada Sunan Kudus, namun karena Sunan Kudus tidak memperdulikan tahta dan harta. Semua aset yang digunakan Poncowati berserta pengikutnya dimanfaatkan untuk syiarkan agama Islam pada waktu itu.

Sementara usia Langgar Bubrah sendiri dari hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dari teori karbon dan alat pengukurnya, usia batu bata diperkirakan sudah ada sejak tahun 1456 masehi. Dimana, usia tersebut sebelum terbangunnya Demak Bintoro yakni diperkirakan 1511 Masehi
yang artinya Langgar Bubrah sudah berdiri terlebih dahulu.

Alih fungsi bangunan yang dulu digunakan ibadah umat Hindu, sewaktu dipegang oleh Sunan Kudus menjadi tempat ibadah umat Islam.

Terpisah, menurut pemerhati sejarah di Kudus Edy Supranto mengatakan, keberadaan Langgar Bubrah banyak beredar informasi disebutkan sebagai bangunan yang terjadi pada era Islam. Namun, faktualnya ditemukan artefak-artefak kebudayaan pra-Islam.

Menurut dia, dalam terminologi, langgar atau juga bisa disebut musala pada umumnya digunakan untuk beribadah umat muslim, namun tempatnya yang kurang luas menjadikan pertanyaan tersendiri. "Apalagi ukuran perimamannya yang sempit. Agak janggal jika itu perimaman untuk shalat," jelasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun