Mohon tunggu...
khoirul anisah
khoirul anisah Mohon Tunggu... Guru - mahasiswi

UNISNU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karakteristik Peserta Didik di Sekolah Dasar

3 November 2019   18:44 Diperbarui: 3 November 2019   18:52 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Alfin, 2014) Dalam perencanaan pembelajaran sangat dibutuhkan kemampuan, keterampilan dan kejelian desainer pembelajaran untuk menganalisis situasi dan keadaan tertentu siswanya. Setiap siswa dan kelompok kelas memiliki karakter dan kemampuan yang berbeda, sehingga perlakuan yang sama terhadap semua siswa dan kelompok kelas justru akan mengakibatkan kurang maksimalnya proses pembelajaran.

Oleh karenanya salah satu tahap penting dalam proses perencanaan pembelajaran yang penting adalah melakukan analisis karakteristik siswa. Dimana karakteristik siswa di tingkat sekolah dasar itu berbeda dengan mereka yang berada pada tingkat sekolah menengah. Pola pikir, persepsi dan cara mengatasi masalah yang mereka tempuh sangat berbeda. Karakteristik siswa itu sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa.

Karakteristik umum pada dasarnya menggambarkan tentang kondisi siswa seperti usia, kelas, pekerjaan, dan gender. Karakteristik siswa merujuk kepada ciri khusus yang dimiliki oleh siswa, dimana ciri tersebut dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan belajar. 

Karakteristik siswa merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh masing-masing siswa baik sebagai individu atau kelompok sebagai pertimbangan dalam proses pengorganisasian pembelajaran. 

Menurut Winkel yang dikutip dari alfin, 2005 mengaitkan karakteristik siswa dengan penyebutan keadaan awal, dimana keadaan awal itu bukan hanya meliputi kenyataan pada masing-masing siswa melainkan pula kenyataan pada masing-masing guru.

(Mulyatiningsih, 2011) Karakter manusia telah melekat pada kepribadian seseorang dan ditunjukkan dalam perilaku kehidupannya sehari-hari. Sejak lahir, manusia telah memiliki potensi karakter yang ditunjukkan oleh kemampuan kognitif dan sifat-sifat bawaannya. 

Karakter bawaan akan berkembang jika mendapat sentuhan pengalaman belajar dari lingkungannya. Keluarga merupakan lingkungan belajar pertama yang diperoleh anak dan akan menjadi fondasi yang kuat untuk membentuk karakter setelah dewasa.

Pendidikan karakter telah lama menjadi perhatian pemerintah. Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 (satu) antara lain disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selain di dalam Undang-undang, karakter positif juga banyak ditulis dalam visi dan misi lembaga pendidikan. Pada umumnya, lembaga pendidikan menyusun visi yang tidak hanya bermuatan untuk menjadikan lulusannya cerdas tetapi juga berakhlak mulia. Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan formal dalam membentuk karakter bangsa, maka perlu dikaji secara lebih mendalam berbagai hasil penelitian pendidikan karakter dengan menggunakan metode meta analisis ini.

Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama bagi semua pendidik, baik di rumah maupun di sekolah. Pendidikan karakter harus dimulai dari pendidik itu sendiri. Namun demikian, pada saat ini banyak ditemukan karakter negatif yang justru berasal dari pendidik itu sendiri. Meski tidak berbasis data penelitian yang akurat, namun pernah ditemukan kasus/kejadian yang mencoreng nama pendidik seperti: (1) pendidik tidak jujur dalam membuat karya ilmiah. (2) pendidik yang sedang studi lanjut tidak jujur dalam mengerjakan soal ujian dengan cara menyalin jawaban temannya (3) pendidik membantu siswa supaya lulus ujian nasional. (4) pendidik kurang disiplin. (5) pendidik berbuat curang dalam menyiapkan berkas kenaikan pangkat dan penilaian portofolio, dll. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sering menjadi panutan dalam berbagai hal termasuk panutan dalam mendidik karakter. Pendidikan karakter di sekolah disesuaikan dengan tingkat usia perkembangan mental peserta didik. Suyanto (2010) maupun Miftahudin (2010) sependapat bahwa pembentukan dan pengembangan karakter sudah terjadi sampai anak berusia remaja. Setelah dewasa, karakter yang dimiliki manusia relatif stabil dan permanen.

(Alfin, 2014) Analisis karakteristik awal siswa merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh pemahaman tentang; tuntutan, bakat, minat, kebutuhan dan kepentingan siswa, berkaitan dengan suatu program pembelajaran tertentu. Tahapan ini dipandang begitu perlu mengingat banyak pertimbangan seperti; siswa, perkembangan sosial, budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kepentingan program pendidikan/pembelajaran tertentu yang akan diikuti siswa. Berikut akan dijelaskan tentang perkembangan siswa dari segi usia, fisik, psikomotorik dan akademik bagi anak di sekolah dasar.

1. Perkembangan Fisik 

Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (alfin, 2005) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.

a) Karakteristik perkembangan fisik pada masa kanak -- kanak:

Usia 0 -- 5 tahun

Perkembangan kemampuan fisik pada anak kecil ditandai dengan anak mampu melakukan bermacam-macam gerakan dasar yang semakin baik, yaitu gerakan gerakan berjalan, berlari, melompat dan meloncat, berjingkrak, lempar, menangkap, yang berhubungan dengan kekuatan yang lebih basar sebagai akibat partumbuhan jaringan otot lebih besar. Selain itu perkembangan juga ditandai dengan pertumbuhan panjang kaki dan tangan secara proporsional. Perkembangan fisik pada masa anak juga ditandai dengan koordinasi gerak dan keseimbangan berkembang dengan baik.

2) Usia 5-8 tahun

Pada tahap ini waktu perkembangan lebih lambat dibanding masa kanak-kanak, koordinasi mata berkembang dengan baik, masih belum mengembangkan otot-otot kecil, kesehatan umum relatif tidak stabil dan mudah sakit, rentan dan daya tahan kurang.

 

2. Perkembangan Psikomotorik 

Loree menyatakan bahwa ada dua macam perilaku psikomotorik utama yang bersifat universal harus dikuasai oleh setiap individu pada masa bayi atau awal masa kanak-kanaknya ialah berjalan (walking) dan memegang benda (prehension). Kedua jenis keterampilan psikomotorik ini merupakan basis bagi perkembangan keterampilan yang lebih kompleks seperti yang kita kenal dengan sebutan bermain (playing) dan bekerja (working). Sementara Gessel menjelaskan bahwa perilaku motorik itu meliputi gerakan tubuh, koordinasi, dan keahlian motorik khusus. prinsip perkembangan utama yang tampak dalam semua bentuk perilaku psikomotorik ialah Bahwa perkembangan itu berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks dan yang kasar dan global (gross bodily movements) kepada yang halus dan spesifik tetapi terkoordinasikan (finely coordinated movements).

a) Karakteristik perkembangan psikomotorik pada masa kanak-kanak:

Usia 3 tahun:

- Tidak dapat berhenti dan berputar secara tiba -- tiba atau secara cepat

- Dapat melompat 15-24 inchi,

- Dapat menaiki tangga tanpa bantuan, dengan berganti kaki,

- Dapat berjingkat.

Usia 4 tahun:

- Lebih efektif mengontrol gerakan berhenti, memulai, dan berputar,

- Dapat melompat 24- 33 inchi,

- Dapat menuruni tangga, dengan berganti kaki, dengan bantuan,

- Dapat melakukan jingkat 4 sampai 6 langkah dengan satu kaki

Usia 5 tahun:

- Dapat melakukan gerakan start, berputar, atau berhenti secara efektif,

- Dapat melompat 28-36 inchi,

- Dapat menuruni tangga tanpa bantuan, berganti kaki,

-Dapat melakukan jingkat dengan sangat mudah.

b) Karakteristik Perkembangan Psikomotorik pada Masa Anak Besar

Pada anak besar perkembangan keterampilan dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori: Keterampilan menolong diri sendiri Anak dapat makan, mandi, berpakain sendiri dan lebih lebih mandiri. Keterampilan Bermain Anak belajar keterampilan seperti melemper dan menangkap bola, naik sepeda, dan berenang. Keterampilan menolong orang lain: Keterampilan berkaitan dengan orang lain, seperti membersihkan tempat tidur, membersihkan debu dan menyapu.

3. Karakteristik Perkembangan Akademik 

Karakteristik perkembangan akademik ini dijelaskan dengan menggunakan tahap perkembangan kognitif menurut Piaget. Kemampuan akademik berkaitan dengan cara kerja otak. Adapun perkembangan kognitif itu meliputi:

a) Tingkat sensori motor pada umur 0-2 tahun

Bayi lahir dengan refleks bawaan, dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang telah lebih kompleks. Pada masa ini anak belum mempunyai konsepsi tentang objek tetap. Ia hanya mengetahui hal-hal yang ditangkap oleh inderanya.

b) Tingkat pra operasional pada umur 2-7 tahun

Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah mengenal simbol dan nama.

Karakteristik siswa yang akan menempuh program pembelajaran, perlu diketahui oleh guru untuk memudahkan dalam menentukan tujuan, metode, dan media pembelajaran, serta materi pelajaran yang dapat digunakan untuk memfasilitasi proses belajar siswa. Karakteristik siswa yang perlu dianalisis oleh guru meliputi:

(1) Karakteristik umum

(2) Kompetensi awal

(3) Gaya belajar

(4) Motivasi.

Karakteristik umum meliputi faktor-faktor kecerdasan, usia, kondisi sosial,

dan ekonomi. Faktor ini merupakan karakteristik yang bersifat umum yang secara tidak langsung ikut memengaruhi keberhasilan siswa dalam menempuh aktivitas pembelajaran.

kompetensi awal merupakan kemampuan yang telah dimiliki oleh siwa sebelum mengikuti program pembelajaran. Kompetensi yang telah dimiliki sebelum mengikuti program pembelajaran disebut dengan istilah entry behavior. Sedangkan kompetensi yang perlu dimiliki atau dipersyaratkan sebelum mengikuti program pembelajaran disebut dengan istilah keterampilan prasyarat atau prerequisite skill.

Gaya belajar adalah kecenderungan yang dimiliki oleh siswa dalam melakukan proses belajar. Gaya belajar juga dapat dimaknai sebagai kesukaan atau preferensi seseorang dalam melakukan proses belajar. Karakteristik lain yang perlu dipertimbangkan adalah motivasi.

Motivasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri siswa untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi belajar yang terdapat dalam diri siswa dapat digolongkan sebagai motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi yang berasal dari dalam yang mencerminkan kecintaan (passion) terhadap isi atau materi yang dipelajari disebut dengan motivasi intrinsik sementara motivasi yang didasari pada imbalan dari luar disebut sebagai motivasi ekstinsik.

Brunner mengatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang bisa dimajukan dengan jalan mengatur bahan pelajaran. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan kognitif ada 4 faktor :

  • Lingkungan fisik; kontak dengan lingkungan fisik perlu karena interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru.
  • Kematangan, artinya membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi kognitif.
  • Pengaruh sosial, artinya termasuk penanaman bahasa dan pendidikan pentingnya lingkungan sosial adalah pengalaman seperti itu seperti pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
  • Proses pengaturan diri yang disebut equilibrasi, Proses pengaturan bukannya "penambah" pada ketiga faktor yang lain. Alih-alih ekuilibrasi mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial, dan perkembangan jasmani. Ekuilibrasi menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun dengan baik.

Analisis sederhana yang dilakukan oleh guru di sekolah dasar sebelum memulai program pembelajaran sering kali membawa dampak yang positif. Cara sederhana untuk mengetahui karakteristik siswa sekolah dasar dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pre-tes. Cara ini telah terbukti efektif untukdigunakan dalam mengetahui profil siswa yang akan menempuh pembelajaran.

Teknik Analisis Karakteristik Siswa 

Analisis karakteristik siswa di sekolah dasar merupakan bagian dari tahap analisis kebutuhan yang dilakukan sebelum suatu aktivitas pembelajaran dimulai. Tujuan dari analisis karakteristik siswa adalah untuk memperoleh informasi tentang profil siswa yang akan mengikuti program pembelajaran di sekolah dasar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk memperoleh informasi tentang karakteristik siswa, yaitu :

  • Observasi
  • Wawancara
  • Kuesioner
  • Pre-tes

Observasi dilakukan dengan mengamati siswa yang akan mengikuti program pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan secara informal dengan mengamati "perilaku" siswa. Perilaku yang diamati secara umum dan perilaku yang berkaitan dengan cara dan kebiasaan siswa dalam melakukan proses pembelajaran.

Wawancara, hampir sama dengan observasi, juga merupakan teknik yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik siswa. Wawancara dapat dilakukan guru seperti ngobrol ringan tetapi bermakna untuk menggali informasi.

Kuiesioner, yang disebarkan kepada responden atau siswa, adalah cara lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui karakteristik siswa. Instrumen kuesioner yang perlu diisi oleh resposnden harus dapat menjaring informasi yang terkait dengan preferensi atau kesukaan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Kesukaan dan kecenderungan yang dipilih siswa dalam melakukan aktivitas belajar disebut dengan gaya belajar.

Pre-tes merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki oleh seseorang atau siswa. Hasil pre-tes dapat memberi informasi yang berguna tentang kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti program pembelajaran. Hal ini dikenal dengan istilah kemampuan awal atau entry behavior. Pre-tes juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang tingkat penguasaan kemampuan kompetensi yang peru dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti program pembelajaran. Hal ini dikenal dengan istilah kemampuan prasyarat atau prerequiste skill.

(Burhaein, 2017) Menyatakan karakteristik anak usia SD berkaitan aktivitas fisik yaitu umumnya anak senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang praktik langsung (Abdul Alim, 2009: 82). Berkaitan dengan konsep tersebut maka dapat dijabarkan:

  • Anak usia SD senang Bermain
  • Pendidik diharuskan paham dengan perkembangan anak, memberikan aktifitas fisik dengan model bermain. Materi pembelajaran dibuat dalam bentuk games, terutama pada siswa SD kelas bawah (kelas 1 s/d 3) yang masih cukup kental dengan zona bermain.
  • Anak usia SD senang bergerak
  • Anak usia SD berbeda dengan orang dewasa yang betah duduk berjam-jam, namun anak-anak berbeda bahkan kemungkinan duduk tenang maksimal 30 menit.
  • Anak usia SD senang beraktifitas kelompok
  • Anak usia SD umumnya mengelompok dengan teman sebaya atau se-usianya. Konsep pembelajaran kelas dapat dibuat model tugas kelompok, pendidik memberi materi melalui tugas sederhana untuk diselesaikan bersama.
  • Anak usia SD senang praktik langsung.
  • Anak usia sekolah dasar, memiliki karakteristik senang melakukan hal secara model praktikum, bukan teoritik. Berdasarkan ketiga konsep kesenangan sebelumnya ( senang bermain, bergerak, berkelompok) anak usia SD, tentu sangat efektif dikombinasikan dengan praktik langsung.

Pendidikan karakter perlu memperhatikan tahap-tahap belajar pada ranah afektif. Bloom (1964) membuat lima tahap belajar ranah afektif yaitu penerimaan, pemberian tanggapan, penghargaan, pengorganisasian dan internalisasi. Pada usia anak-anak, belajar afektif dapat dilakukan sampai tahap ke tiga yaitu tahap penghargaan. Pada usia remaja, belajar afektif dapat maju satu tahap lagi yaitu ke ranah pengorganisasian. Sedangkan pada usia dewasa, belajar afektif sampai pada tahap internalisasi. Proses belajar ranah afektif yang dapat membentuk karakter kepribadian dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut:

  • Penerimaan (receiving phenomena), pada saat ini, anak-anak baru pertama kali menerima pesan/nasihat tentang nilai-nilai baik dan buruk dalam perilaku manusia. Anak-anak akan berhasil menjadi manusia yang berkarakter positif jika dia mau mendengarkan pesan/nasihat tentang nilai-nilai dalam perilaku yang terkandung di dalamnya.
  • Pemberian respon/menanggapi (responding). Setelah anak mendengar pesan/nasihat tentang nilai-nilai baik dan buruk, kemudian memberi respon. Anak yang berpotensi memiliki karakter positif akan mematuhi nilai-nilai yang baik seperti apa yang telah diterima pada tahap sebelumnya.
  • Penghargaan (valuing), setelah anak mematuhi nilai-nilai positif dalam perilakunya, anak sudah mulai menerapkan nilai-nilai baik tersebut dalam kehidupan sehari-harinya meskipun sudah tidak ada pihak lain yang menyuruhnya.
  • Pengorganisasian (organization) terjadi jika anak sudah terbiasa menerapkan nilai-nilai positif, maka dia akan dapat memutuskan untuk memilih nilai yang baik-baik saja jika suatu saat dihadapkan pada beberapa pilihan nilai yang berbeda-beda.
  • Internalisasi nilai (internalizing value) yaitu terjadi ketika nilai-nilai telah menjadi filsafat hidup sehingga orang tidak akan terpengaruh oleh faktor luar. Perilaku positif/negatif sudah merasuk ke dalam diri, konsisten, dan dapat diprediksi sehingga sulit untuk diubah.

(Walker, 2019) Karakteristik peserta didik terhadap iklim sekolah dan kelas dapat mempengaruhi hubungan antara peserta didik dan pendidik. Pengalaman sekolah awal yang buruk dikaitkan dengan penghindaran sekolah, perilaku yang menganggu, konflik guru, penangguhan dan pengecualian. Namun, tetap fokus pada perilaku masing-masing anak, dari pada melihat perilaku sebagai hasil dari interaksi antara individu dan konteks pedagogis mereka. Dengan cara menganalisis menggunakan bebrapa langkah-langkah termasuk observasi kelas, penilaian dan kuesioner dan banyak informasi lainnya seperti laporan guru dan anak, mengeksplorasi hubungan antara karakteristik anak, sikap anak-anak terhadap sekolah, kualitas hubungan pendidik dan peserta didik dan kualitas kelas ketika anak-anak mulai sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Alfin, Jauharoti. 2014. Analisis Karekteristik siswa pada tingkat sekolah dasar. Prosiding halaqoh nasional & seminar internasional pendidikan islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.

Burhaein, Erik. 2017. Aktifitas Fisik Olaraga untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Siswa SD. Indonesian Journal of Primary Education. Vol (1) No (1).  

Mulyatiningsih, Endang. 2011.  ANALISIS MODEL-MODEL PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK USIA ANAK-ANAK, REMAJA DAN DEWASA. FT UNY, Karang malang, Yogyakarta.

Walker, Sue. Dan Linda Graham. 2019. Beresiko hubungan siswa dan guru-siswa: karakteristik siswa, sikap terhadap iklim sekolah dan kelas. Jurnal Internasional Pendidikan Inklusif. 1-18.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun