Mohon tunggu...
khoirul anisah
khoirul anisah Mohon Tunggu... Guru - mahasiswi

UNISNU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karakteristik Peserta Didik di Sekolah Dasar

3 November 2019   18:44 Diperbarui: 3 November 2019   18:52 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Analisis sederhana yang dilakukan oleh guru di sekolah dasar sebelum memulai program pembelajaran sering kali membawa dampak yang positif. Cara sederhana untuk mengetahui karakteristik siswa sekolah dasar dapat dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pre-tes. Cara ini telah terbukti efektif untukdigunakan dalam mengetahui profil siswa yang akan menempuh pembelajaran.

Teknik Analisis Karakteristik Siswa 

Analisis karakteristik siswa di sekolah dasar merupakan bagian dari tahap analisis kebutuhan yang dilakukan sebelum suatu aktivitas pembelajaran dimulai. Tujuan dari analisis karakteristik siswa adalah untuk memperoleh informasi tentang profil siswa yang akan mengikuti program pembelajaran di sekolah dasar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk memperoleh informasi tentang karakteristik siswa, yaitu :

  • Observasi
  • Wawancara
  • Kuesioner
  • Pre-tes

Observasi dilakukan dengan mengamati siswa yang akan mengikuti program pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan secara informal dengan mengamati "perilaku" siswa. Perilaku yang diamati secara umum dan perilaku yang berkaitan dengan cara dan kebiasaan siswa dalam melakukan proses pembelajaran.

Wawancara, hampir sama dengan observasi, juga merupakan teknik yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik siswa. Wawancara dapat dilakukan guru seperti ngobrol ringan tetapi bermakna untuk menggali informasi.

Kuiesioner, yang disebarkan kepada responden atau siswa, adalah cara lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui karakteristik siswa. Instrumen kuesioner yang perlu diisi oleh resposnden harus dapat menjaring informasi yang terkait dengan preferensi atau kesukaan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Kesukaan dan kecenderungan yang dipilih siswa dalam melakukan aktivitas belajar disebut dengan gaya belajar.

Pre-tes merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki oleh seseorang atau siswa. Hasil pre-tes dapat memberi informasi yang berguna tentang kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti program pembelajaran. Hal ini dikenal dengan istilah kemampuan awal atau entry behavior. Pre-tes juga dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang tingkat penguasaan kemampuan kompetensi yang peru dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti program pembelajaran. Hal ini dikenal dengan istilah kemampuan prasyarat atau prerequiste skill.

(Burhaein, 2017) Menyatakan karakteristik anak usia SD berkaitan aktivitas fisik yaitu umumnya anak senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang praktik langsung (Abdul Alim, 2009: 82). Berkaitan dengan konsep tersebut maka dapat dijabarkan:

  • Anak usia SD senang Bermain
  • Pendidik diharuskan paham dengan perkembangan anak, memberikan aktifitas fisik dengan model bermain. Materi pembelajaran dibuat dalam bentuk games, terutama pada siswa SD kelas bawah (kelas 1 s/d 3) yang masih cukup kental dengan zona bermain.
  • Anak usia SD senang bergerak
  • Anak usia SD berbeda dengan orang dewasa yang betah duduk berjam-jam, namun anak-anak berbeda bahkan kemungkinan duduk tenang maksimal 30 menit.
  • Anak usia SD senang beraktifitas kelompok
  • Anak usia SD umumnya mengelompok dengan teman sebaya atau se-usianya. Konsep pembelajaran kelas dapat dibuat model tugas kelompok, pendidik memberi materi melalui tugas sederhana untuk diselesaikan bersama.
  • Anak usia SD senang praktik langsung.
  • Anak usia sekolah dasar, memiliki karakteristik senang melakukan hal secara model praktikum, bukan teoritik. Berdasarkan ketiga konsep kesenangan sebelumnya ( senang bermain, bergerak, berkelompok) anak usia SD, tentu sangat efektif dikombinasikan dengan praktik langsung.

Pendidikan karakter perlu memperhatikan tahap-tahap belajar pada ranah afektif. Bloom (1964) membuat lima tahap belajar ranah afektif yaitu penerimaan, pemberian tanggapan, penghargaan, pengorganisasian dan internalisasi. Pada usia anak-anak, belajar afektif dapat dilakukan sampai tahap ke tiga yaitu tahap penghargaan. Pada usia remaja, belajar afektif dapat maju satu tahap lagi yaitu ke ranah pengorganisasian. Sedangkan pada usia dewasa, belajar afektif sampai pada tahap internalisasi. Proses belajar ranah afektif yang dapat membentuk karakter kepribadian dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut:

  • Penerimaan (receiving phenomena), pada saat ini, anak-anak baru pertama kali menerima pesan/nasihat tentang nilai-nilai baik dan buruk dalam perilaku manusia. Anak-anak akan berhasil menjadi manusia yang berkarakter positif jika dia mau mendengarkan pesan/nasihat tentang nilai-nilai dalam perilaku yang terkandung di dalamnya.
  • Pemberian respon/menanggapi (responding). Setelah anak mendengar pesan/nasihat tentang nilai-nilai baik dan buruk, kemudian memberi respon. Anak yang berpotensi memiliki karakter positif akan mematuhi nilai-nilai yang baik seperti apa yang telah diterima pada tahap sebelumnya.
  • Penghargaan (valuing), setelah anak mematuhi nilai-nilai positif dalam perilakunya, anak sudah mulai menerapkan nilai-nilai baik tersebut dalam kehidupan sehari-harinya meskipun sudah tidak ada pihak lain yang menyuruhnya.
  • Pengorganisasian (organization) terjadi jika anak sudah terbiasa menerapkan nilai-nilai positif, maka dia akan dapat memutuskan untuk memilih nilai yang baik-baik saja jika suatu saat dihadapkan pada beberapa pilihan nilai yang berbeda-beda.
  • Internalisasi nilai (internalizing value) yaitu terjadi ketika nilai-nilai telah menjadi filsafat hidup sehingga orang tidak akan terpengaruh oleh faktor luar. Perilaku positif/negatif sudah merasuk ke dalam diri, konsisten, dan dapat diprediksi sehingga sulit untuk diubah.

(Walker, 2019) Karakteristik peserta didik terhadap iklim sekolah dan kelas dapat mempengaruhi hubungan antara peserta didik dan pendidik. Pengalaman sekolah awal yang buruk dikaitkan dengan penghindaran sekolah, perilaku yang menganggu, konflik guru, penangguhan dan pengecualian. Namun, tetap fokus pada perilaku masing-masing anak, dari pada melihat perilaku sebagai hasil dari interaksi antara individu dan konteks pedagogis mereka. Dengan cara menganalisis menggunakan bebrapa langkah-langkah termasuk observasi kelas, penilaian dan kuesioner dan banyak informasi lainnya seperti laporan guru dan anak, mengeksplorasi hubungan antara karakteristik anak, sikap anak-anak terhadap sekolah, kualitas hubungan pendidik dan peserta didik dan kualitas kelas ketika anak-anak mulai sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun