Masyarakat Jawa memang memiliki banyak tradisi yang sarat akan makna yang terkandung didalamnya. Salah satunya adalah tradisi kupatan atau bodho kupat di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur terutama daerah-daerah di pantai utara jawa dan sekitarnya. Tradisi ini sudah menjadi tradisi turun temurun yang tetap dilestarikan, masyarakat meyakini bahwa tradisi ini merupakan warisan dari Sunan kalijaga.
Kupatan atau bodho kupat merupakan hari dimana masyarakat merayakan lebaran yang kedua setelah lebaran hari raya idul fitri 1 syawal. Kupatan biasanya dirayakan seminggu setelah hari raya idul fitri 1 syawal atau tepatnya tanggal 8 syawal.Â
Oleh karena itu, beberapa daerah yang memilki tradisi kupatan atau bodho kupat tidak membuat kupat dan lepet ketika idul fitri 1 syawal, melainkan mereka membuat kupat dan memakannya ketika bodho kupat atau kupatan yaitu seminggu setelah hari raya idul fitri.Â
Kupat dalamnya berisi beras yang dibungkus oleh janur, sedangkan lepet adalah makanan yang terbuat dari ketan yang dicampur dengan sedikit kelapa parut dan dibungkus dengan janur juga.
Kupatan atau bodho kupat diawali dengan selametan yang diadakan setelah subuh sampai selesai. Biasanya masyarakat membawa kupat dan lepet mereka ke musola dan masjid-masjid terdekat yang menyelenggarakan selametan bodho kupat. Masyarakat berkumpul jadi satu baik tua maupun muda atau anak kecil.Â
Uniknya, kupat dan lepet mereka dijadikan satu sama yang lain, dan kemudian ada yang bertugas membagikan kupat dan lepet yang mereka bawa dan dibagi sama rata isinya agar apa yang mereka miliki juga akan dirasakan oleh yang lain. Jadi kalau kita berangkat membawa kupat dan lepet yang kita masak, nanti ketika pulang kita akan membawa kupat dan lepet yang dimasak oleh orang lain.
 Selametan ini bertujuan untuk berdoa memohon kepada allah swt agar masyarakat selalu di beri keselametan. Kegiatan ini juga sebagai ajang silaturahmi antar warga.
Setelah pulang dari selametan kupatan, orang-orang biasanya makan kupat bersama keluarga, namun ada juga beberapa daerah yang makan kupat bersama ketika selesai selametan kupatan di musola dan masjid terdekat. Biasanya kupat ini dimakan bersama kuah opor, kuah opornyapun bermacam-macam, ada kuah opor seperti biasa yang warna kuning, kuah ini biasanya berisi tahu dan ayam.Â
Namun ada juga kuah opor yang warnanya merah karena dimasak bersama dengan sambal, kuah ini biasanya berisi potongan tahu dan udang kecil. Kupat opor akan semakin lezat dan nikmat jika dipadukan dengan krupuk dan segelas teh hangat akan memberikan rasa kenikmatan tersendiri setelah memakannya.
Kupat dan lepet memiliki makna yang terkandung didalamnya. Sunan kalijaga yang memperkenalkan tradisi kupatan atau bodho kupat hingga muncullah makanan kupat dan lepet.Â
Adapun ketupat atau kupat berasal dari kata ngaku dan lepat, ngaku artinya mengakui dan lepat artinya kesalahan. Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat. Sungkeman mengajarkan kepada kita bahwa pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Kupat juga memiliki filosofi yang lain yaitu Laku papat (empat perbuatan). Laku papat ini yaitu lebaran, leburan, luberan dan laburan. Lebaran menandakan selesai sudah puasa kita di waktu puasa ramadhan. Leburan dari kata asal lebur dan tambahan -an yang artinya penghapusan. Dosa dan kesalahan dilebur habis karena kita kembali suci dan umat islam saling memaafkan satu sama lain.Â
Luberan artinya meluber, memberikan sedekah kepada fakir miskin sehingga mereka juga ikut merasakan kebahagiaan di hari raya. Laburan berasal dari kata labur dan penambahan akhiran -an yang memilki makna biasanya orang-orang dahulu menggunakan kapur untuk menjernihkan air, ketika hari raya idul fitri kita dianjurkan untuk bersih-bersih badan, maksudnya adlah supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan bathinnya.
Kupat dibungkus dengan janur. Janur berasal dari kata arab yaitu ja’a dan Nur, ja’a artinya terlah datang dan nur artinya cahaya. Lidah orang jawa dahulu terlalu panjang mengucapkan ja’a nur akhirnya menjadi janur.Â
Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia. Saat orang sudah mengakui kesalahannya, maka hatinya seperti kupat yang dibelah, isinya terlihat putih bersih, hati yang tanpa penyakit yang tanpa iri dan dengki maupun penyakit-penyakit hati yang lain. Kenapa bisa bersih? karena hatinya telah dibungkus oleh nur (cahaya) sehingga menjadi bersih dan suci.
Dimana ada kupat pasti disitu ada lepet. Dua makanan ini akan selalu ada ketika kupatan atau bodho kupat karena maknanya saling melengkapi. Lepet berasal dari bahasa jawa yaitu silep seng rapet (tutup yang rapat).Â
Jadi setelah kita ngaku lepat (mengakui kesalahan) maka kita harus menutup rapat-rapat kesalahan yang pernah dilakukan dan diulangi lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan yang ada didalam lepet.
Betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan agama islam melalu akulturasi budaya yang pas dan sesusai dengan kultur masyarakat setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H