Adapun ketupat atau kupat berasal dari kata ngaku dan lepat, ngaku artinya mengakui dan lepat artinya kesalahan. Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat. Sungkeman mengajarkan kepada kita bahwa pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Kupat juga memiliki filosofi yang lain yaitu Laku papat (empat perbuatan). Laku papat ini yaitu lebaran, leburan, luberan dan laburan. Lebaran menandakan selesai sudah puasa kita di waktu puasa ramadhan. Leburan dari kata asal lebur dan tambahan -an yang artinya penghapusan. Dosa dan kesalahan dilebur habis karena kita kembali suci dan umat islam saling memaafkan satu sama lain.Â
Luberan artinya meluber, memberikan sedekah kepada fakir miskin sehingga mereka juga ikut merasakan kebahagiaan di hari raya. Laburan berasal dari kata labur dan penambahan akhiran -an yang memilki makna biasanya orang-orang dahulu menggunakan kapur untuk menjernihkan air, ketika hari raya idul fitri kita dianjurkan untuk bersih-bersih badan, maksudnya adlah supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan bathinnya.
Kupat dibungkus dengan janur. Janur berasal dari kata arab yaitu ja’a dan Nur, ja’a artinya terlah datang dan nur artinya cahaya. Lidah orang jawa dahulu terlalu panjang mengucapkan ja’a nur akhirnya menjadi janur.Â
Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia. Saat orang sudah mengakui kesalahannya, maka hatinya seperti kupat yang dibelah, isinya terlihat putih bersih, hati yang tanpa penyakit yang tanpa iri dan dengki maupun penyakit-penyakit hati yang lain. Kenapa bisa bersih? karena hatinya telah dibungkus oleh nur (cahaya) sehingga menjadi bersih dan suci.
Dimana ada kupat pasti disitu ada lepet. Dua makanan ini akan selalu ada ketika kupatan atau bodho kupat karena maknanya saling melengkapi. Lepet berasal dari bahasa jawa yaitu silep seng rapet (tutup yang rapat).Â
Jadi setelah kita ngaku lepat (mengakui kesalahan) maka kita harus menutup rapat-rapat kesalahan yang pernah dilakukan dan diulangi lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan yang ada didalam lepet.
Betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan agama islam melalu akulturasi budaya yang pas dan sesusai dengan kultur masyarakat setempat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H