Untuk menanggap hal tersebut maka sekolah reguler harus mampu menciptakan lingkungan yang ramah dan kondusif bagi anak berkebutuhan khusus, pembelajaran hendaknya dilaksanakan secara koorperatif dan fleksibel dengan memperhatikan kebutuhan masing- masing peserta didik khususnya untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus (Autisme). Metode yang digunakan pun harus menarik dan menyenangkan, begitupun penilaian juga dilakukan berdasarkan penilaian yang beerbeda sesuai perkembangan dan kemampuan masing-masing siswa, hal ini bertujuan untuk meningkatkan rasa semangat dan motivasi bagi anak berkebutuhan khusus untuk meningkatkan rasa kepercayaan diri dalam belajar dan mengembangkan potensi dirinya.Â
Anak autis pasti berbeda dengan anak pada umumnya, maka dalam pembelajaran anak autis perlu adanya layanan khusus dalam belajar, untuk lebih jelasnya kita akan membahasa tentang strategi dan layanan belajar bagi anak berkebutuhan khusus.
- PEMBAHASAN
Bimbingan belajar merupakan bantuan kepada anak berupa, informasi, cara belajar, pemilihan sekolah, cara mengatasi kesulitan belajar, cara mengembangkan kemampuan secara optimal, agar siswa mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan sekolah dan sukses dalam belajar, Â Pokok dalam bimbingan belajar adalah pengembangan sikap dan kebiasaan belajar untuk mencari informasi dari guru dan berbagai nara sumber, pengembangan dan pementapan disiplin belajar dan berlatih, pemantapan penguasaan materi proram belajar, pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada.
Anak Berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya secara signifikan mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental, intelektual, sosial, emosi, emosional) dibandingkan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang berbedabeda, berdasarkan kelainan yang mereka miliki, salah satunya adalah anak autis.
Kata "autis" berasal dari bahasa Yunani "autos" yang berarti sendiri. Autisme adalah gangguan neurologis dalam perkembangan otak. Autisme adalah gangguan spektrum . Ini berarti orang-orang yang menyandangnya tidak hanya memiliki gejala-gejala yang berbeda, tetapi intensitasnya juga beragam. DSM (Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder) melihat autisme sebagai sebuah gangguan spektrum, artinya autisme yang dialami setiap individu berbeda-beda. Sehingga kondisi yang dialami oleh setiap anak autis berbeda-beda, meskipun pada umumnya masalah yang dihadapi oleh anak autis adalah interaksi sosial, komunikasi, minat dan perilaku.[3]
Autisme merupakan cara berfikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan fikiran dan fantasi sendiri. Autisme dapat diartikan sebagai gangguan perkembangan yang luas dan berat, gejalanya mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku. Penyebabnya adalah gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak.[4]
 anak autis rata-rata mengalami kesulitan dalam memahami apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan, sehingga mengalami hambatan dalam belajar dan memahami pelajaran dari guru. maka guru di tuntut untuk untuk memberikan layanan khusus pada anak autis agar anak autis dapat meahami apa yang di ajarkan oleh guru
Salah satu pendekatan yang baik untuk anak autis dalam berkomunikasi yaitu pendekatan The Developmental Individual Difference Relationship-Based (DIR) atau lebih dikenal dengan pendekatan floor time. Pendekatan ini dimulai dengan suasana yang menyenangkan dalam menciptakan interaksi dan komunikasi yang berkesinambungan, sehingga anak autis bisa berkomunikasi dengan baik. Pendekatan DIR memiliki landasan pada enam tahap perkembangan yang telah dicapai anak terutama relasi interaktif yang paling mendukung perkembangannya. Salah satu komponen yang ada pada pendekatan DIR yaitu pendekatan Floor time. Metode Floor time yaitu berfokus dalam penciptaan interaksi pembelajaran yang bermakna secara emosional sehingga anak belajar menguasai kemampuan yang penting dalam perkembangannya. Dengan metode floor time anak autis dapat berkomunikasi dan berbahasa secara baik, sehingga mereka bisa berinteraksi dengan lingkungannya.[5]
 dengan metode floortime di harap anak autis dapat berkomunikasi dan berinterkasi dengan lingkungannya secara baik. karena metode ini berfokus kepada penciptaan pembelajaran yang bermakna secara emosional sehingga anak dapat menguasai hal yang penting dalam perkembangannya.Â
DIR Floortime adalah pendekatan pragmatis sosial yang digunakan untuk membantu anak dengan autisme mengembangkan kemampuan verbal dan sosial, dan dikembangkan oleh Dr. Stanley Greenspan melalui permainan dalam rangka membangun lingkungan natural yang membantu anak mencapai tahap perkembangan bahasa dan kemampuan sosial yang sesuai[6]. Tujuan dari DIR Floortime adalah membangun fondasi yang sehat bagi kapasitas intelektual, emosi, dan social dibandingkan mengembangkan kemampuan atau mengisolasi perilaku tertentu.[7] DIR Floortime juga bertujuan untuk memdorong munculnya keabrakaban komunikasi dua arah, dengan munculnya ekspresi dan penggunaan perasaan serta gagasan yang logis.
Tujuan floor time yang utama adalah tercapainya tahapan perkembangan emosi pada anak , untuk tercapainya komunikasi, berpikir dan membentuk konsep diri. Tapi tujuan ini tidak ditetapkan secara tepat karena ada sebagian besar tahapan emosi yang overlap. Oleh karena itu dibuat beberapa tujuan, yaitu: