Kaki kecilnya ragu melagkah
Kegelapan hanya sebentar menyapa
Kini ia melohat taman bunga
Indah...
Namun ia sendiri
Kemana papa mama?
Seorang pria berambut panjang datang menghampiri
Wajahnya tersenyum ramah
Kemarilah, Manisku....
Dia menggenggam tangan mungil Intan
Intan pun menurut
Ia teringat wajah itu bukanlah orang asing
Al-Masih
Di sini dia bukan seorang Nabi
Seperti para muslim katakan
Di sini dia bukan Tuhan ataupun anak-Nya
Di sini dia ayah Intan
Bersama jutaan anak lainnya
Di taman firdaus telah menunggunya
Keluarga baru
Bersama wajah-wajah asing yang murah senyum namun tak semua ramah
Al-Masih memberikan tangannya pada Marsinah
Sang martir kelas pekerja
Dia membawa intan menuju taman bermain anak
Intan melihat sekeliling
Di bawah pohon besar terlihat seorang bercelana pendek berkacamata
Duduk sendiri membaca buku
Tanpa ditanya Marsinah berkata,
Dia Abdurrahman Wahid
Orangnya suka bercanda meski kadang nyeleneh
Pandangan Intan tertuju kursi di taman
Terlihat dua orang sedang bercanda sambil menghisap cerutu
Dua orang lelaki berparas kurus
Itu pak Munir dan Widji Thukul,
Kata Marsinah
Langkah kaki mereka berlanjut
Terlihat kerumunan orang sedang berpesta
Ribuan pemuda hanyut dalam kenikmatan sungai anggur dan gelak tawa
Pemuda-pemuda bersemangat
Alumni 10 November Surabaya
Di tengah-tengah mereka terlihat seorang tua
Didampingi pemuda gagah dengan topi lancip
Hasyim Asyari dan Tomo
Menyatu dalam tawa para martir yang terbius titah mereka
Merdeka atau mati!
Tak lama kaki mungil Intan melangkah
Sampailah pada tujuan
Taman bermain anak tanpa batas
Batas ras, suku, agama, bangsa, atau batas apapun
Intan disambut tepuk tangan meriah anak-anak Palestina
Beberapa anak lucu berkulit hitam menghampirinya
Mengajak bermain
Ini rumahmu, Intan
Ini surgamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H