JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN
MODUL 3.2 Â PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Assalamualaikum, Â Salam Guru Penggerak!
Tidak terasa, Â pendidikan guru penggerak angkatan 11 telah sampai pada modul 3.2. Saya Khoirotun Nisak, Calon Guru Penggerak Angkatan 11 dari Kabupaten Sampang, yang sedang bertugas di SMAN 1 Sreseh. Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan dalam modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Jurnal ini menjadi wahana bagi saya untuk merefleksikan diri setelah dua minggu terlibat dalam kegiatan Pendidikan CGP.Â
Dalam menulis jurnal refleksi ini, saya mengadopsi Model 4F yang diprakarsai oleh Dr. Roger Greenaway. Model ini mengarahkan pada empat aspek penting: Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran, dan Penerapan, yang saya terjemahkan menjadi 4P: Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran, dan Penerapan.
1. Fact (Peristiwa)
Setelah menyelesaikan pembelajaran pada modul 3.1, saya melanjutkan perjalanan pembelajaran ke materi yang lebih mendalam yaitu modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya. Proses pembelajaran ini saya jalani secara daring melalui  LMS di PMM dengan menggunakan alur M-E-R-D-E-K-A sebagai panduan: mulai dari Diri, Eksplorasi konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antarmateri, dan Aksi nyata.
Mulai dari Diri: Mengawali pembelajaran dengan mengeksplorasi pengetahuan awal tentang ekosistem sekolah dan peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya melalui tujuh pertanyaan panduan.
Eksplorasi Konsep: Memahami materi terkait pengelolaan sumber daya berbasis masalah dan berbasis aset, serta konsep Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA). Pada tahap ini, saya juga diberikan studi kasus untuk memperdalam pemahaman melalui analisis mandiri.
Ruang Kolaborasi: Berpartisipasi dalam diskusi kelompok melalui Google Meet tentang kekuatan sumber daya di sekolah dan daerah masing-masing, serta menyajikan hasil diskusi tersebut.
Demonstrasi Kontekstual: Menganalisis video mengenai visi dan prakarsa perubahan, memahami tahapan BAGJA, dan menelaah peran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya.
Elaborasi Pemahaman:Â Mengajukan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman, kemudian mengikuti diskusi bersama instruktur melalui Google Meet.
Koneksi Antarmateri: Mengaitkan materi yang telah dipelajari di modul ini dengan modul-modul sebelumnya untuk membangun koneksi pemahaman.
Aksi Nyata: Bersama calon guru penggerak lainnya, saya mengidentifikasi dan memetakan sumber daya yang ada di sekolahnya untuk melihat peluang peningkatan kualitas pendidikan.
Melalui proses ini, saya dapat lebih memahami peran seorang pemimpin dalam mengelola sumber daya sekolah dan mempersiapkan diri untuk mengimplementasikan pembelajaran tersebut dalam praktik sehari-hari sebagai seorang guru penggerak.
2. Perasaan (Feeling)
Sebelum mengeksplorasi modul 3.2, saya awalnya terfokus pada kekurangan dan masalah yang ada di sekolah, serta pandangan bahwa aset sekolah hanya sebatas sarana dan prasarana fisik. Namun, setelah meresapi materi tentang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, pandangan saya berubah secara mendalam. Saya menyadari pentingnya berpikir berbasis aset atau kekuatan dalam mengelola sekolah.
Pandangan berbasis aset ini membuka mata saya untuk mengoptimalkan potensi yang ada di sekolah, bukan hanya dari segi fasilitas fisik, tetapi juga dari segi kekuatan internal yang dimiliki oleh komunitas sekolah. Seorang pemimpin harus mampu memaksimalkan potensi ini agar dapat menggerakkan ekosistem sekolah menuju pola pikir yang positif dalam pengembangan pendidikan.
Setelah menyelesaikan modul, saya merasa sangat senang, bersemangat, dan optimis. Saya menyadari bahwa sekolah memiliki begitu banyak aset dan potensi yang belum tergali dan dimanfaatkan secara optimal. Saya juga gembira karena dapat berbagi praktik baik tentang pemetaan aset sekolah dengan rekan-rekan sejawat. Dengan memetakan aset yang ada, kami dapat merencanakan program-program yang berdampak positif bagi siswa. Hasil dari pemetaan aset ini membuat kami semakin optimis dalam memanfaatkan sumber daya yang kami miliki untuk mengembangkan sekolah yang berdampak positif bagi siswa. Selain itu, saya juga merasa senang dapat mengajak rekan-rekan sejawat untuk berpikir berbasis kekuatan. Dengan berpikir seperti ini, kami menjadi lebih menyadari potensi yang dimiliki dan dapat mengintegrasikannya dalam program-program sekolah.
3. Pembelajaran (Findings)
Pada awalnya, sebelum mengeksplorasi modul 3.2, saya memiliki pandangan bahwa sekolah adalah sebuah entitas yang terdiri dari berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi. Faktor-faktor seperti murid, kepala sekolah, guru, staf sekolah, orang tua, masyarakat, dan pemerintah daerah merupakan bagian dari ekosistem sekolah yang saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif. Di sisi lain, faktor abiotik seperti keuangan, sarana, prasarana, dan lingkungan alam juga berperan penting dalam mendukung proses pembelajaran. Namun, setelah meresapi materi tentang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, pemahaman saya tentang konsep ekosistem sekolah mengalami perubahan yang mendalam. Saya menyadari pentingnya mengadopsi pandangan berbasis aset atau kekuatan dalam mengelola sekolah. Pendekatan ini tidak hanya melihat masalah dan kekurangan yang ada, tetapi juga mengidentifikasi dan memanfaatkan kekuatan serta potensi yang dimiliki oleh komunitas sekolah.
Dalam pengelolaan sumber daya, terdapat dua pendekatan yang dapat diambil, yaitu pendekatan berbasis kekurangan (deficit-based approach) dan pendekatan berbasis aset (asset-based approach). Pendekatan berbasis aset lebih diutamakan karena mendorong pemikiran positif dan mencari peluang, sementara pendekatan berbasis kekurangan cenderung menimbulkan pikiran negatif.
Selanjutnya, pengelolaan sumber daya sekolah dapat dilakukan dengan memanfaatkan konsep Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) yang dikembangkan oleh John McKnight dan Jody Kretzmann. PKBA merupakan kerangka kerja yang membangun kemandirian komunitas dengan fokus pada potensi aset yang dimilikinya, bukan pada masalah dan kekurangan. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang menekankan pada masalah dan kebutuhan. PKBA lebih menitikberatkan pada kapasitas, kemampuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian, PKBA mendorong terciptanya kehidupan komunitas yang lebih berkelanjutan dan berdaya guna.
Di dalam sebuah sekolah, pendekatan PKBA dapat diterapkan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh seluruh warga sekolah. Hal ini dilakukan melalui pemetaan tujuh modal utama, yaitu modal manusia, modal sosial, modal politik, modal agama dan budaya, modal fisik, modal lingkungan, dan modal finansial. Pengelolaan ketujuh modal ini dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya, kita harus memiliki kemampuan untuk mengenali, menggali, menganalisis, dan memetakan potensi sumber daya di sekolah. Penting untuk mengadopsi pendekatan berbasis aset dan memanfaatkan sumber daya secara optimal guna mewujudkan perubahan yang berpihak pada murid. Dengan menggali kekuatan komunitas sekolah, baik dari komponen biotik maupun abiotik, kita dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih baik dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.
4. Penerapan (Future)
Kedepannya, dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin di kelas dan di sekolah, saya menyadari bahwa pentingnya mengelola tujuh aset utama sebagai kekuatan dalam meningkatkan mutu pendidikan. Saya akan menggunakan pendekatan berbasis kekuatan/aset dan pendekatan berbasis kekurangan dalam upaya mencapai tujuan tersebut. Saya melihat peran guru sebagai aset utama dalam proses pembelajaran. Sebagai pemimpin, saya percaya bahwa guru harus terus berinovasi dan mengembangkan diri untuk mengelola sumber daya di kelas dan di sekolah guna menciptakan lingkungan pendidikan yang benar-benar berpihak pada murid.
Saya akan berusaha untuk membimbing siswa, memberdayakan peran dan nilai-nilai guru, merumuskan visi perubahan yang jelas, membangun budaya positif di lingkungan sekolah, menerapkan pendekatan pembelajaran yang beragam dan memperhatikan aspek sosial emosional siswa, agar dapat membuat keputusan yang tepat. Saya juga akan melakukan pendampingan dan supervisi akademik secara teratur, serta membuat keputusan yang berlandaskan pada nilai-nilai moral yang luhur.
Pengelolaan sumber daya yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, berdaya guna, dan berorientasi pada kebaikan bersama. Dengan demikian, saya meyakini bahwa melalui upaya ini, kita dapat mencapai visi bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan bagi semua siswa
Demikianlah Refleksi Dwi Mingguan ini saya buat, semoga bermanfaat!
Salam sehat & Bahagia selalu
Guru Penggerak
Tergerak!
Bergerak!
Menggerakkan!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H