Salam Sehat dan Bahagia Bapak/Ibu Guru Hebat!
Salam Guru Penggerak!
Perkenalkan saya Khoirotun Nisak dari SMAN 1 Sreseh, Calon Guru Penggerak (CGP) Angkatan 11 Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Berikut adalah, pemaparan tugas modul 2.3.j Koneksi Antar Materi modul 2.3 Coaching Supervisi Akademik yang meliputi kesimpulan dan refleksi  selama pembelajaran materi modul ini.
Kesimpulan
Pertanyaan 1. BAGAIMANA PERAN CGP SEBAGAI SEORANG COACH DI SEKOLAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN MATERI SEBELUMNYA DI PAKET MODUL 2 YAITU PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DAN PEMBELAJARAN SOCIAL DAN EMOSIONAL?
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu 'menuntun' tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid. Murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran coach (pendidik) sebagai 'pamong' dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Dalam proses coaching, guru memberikan pertanyaan efektif dan reflektif untuk menggali segala potensi yang dimiliki murid dengan tidak memberikan solusi akan tetapi mengarahkannya mencari solusi.
Keterkaitan Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdifenesiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan murid. Guru memfasilitasi murid sesuai kebutuhannya karena setiap murid mempunyai karakteristik berbeda-beda sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses siklus mencari tahu tentang murid dan merespon belajarnya berdasarkan perbedaan. Guru memahami murid secara terus menerus serta membangun kesadaran tentang kekuatan dan kelemahan murid, mengamati dan menilai, kesiapan belajar serta minat murid dan profil murid. Seorang guru akan menerapkan coaching dengan menetapkan tujuan, mengidentifikasi masalah dengan mengajukan pertanyaan berbobot yang akan menggali kekuatan murid sehingga murid tersebut mampu membuat rencana aksi dan dapat memberdayakan kekuatan yang dimiliki sampai akhirnya mampu membuat komitmen yang bertanggungjawab.
Keterkaitan Coaching dengan Pembelajaran Sosial Emosional
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) berisi keterampilan yang dibutuhkan anak untuk bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya. PSE juga mengajarkan mereka menjadi orang yang baik. PSE mencoba untuk memberi keseimbangan pada individu dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan untuk dapat menjadi sukses. Bagaimana kita sebagai pendidik dapat menggabungkan itu semua dalam pembelajaran sehingga anak dapat belajar menempatkan diri secara efektif dalam konteks lingkungan dan dunia. Dalam tahap guru sebagai coach pada PSE, peran guru adalah menjadi relasi yang setara bagi murid yang dapat memberdayakan kemampuan murid lewat pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diajukan untuk menggali kekuatan diri yang dimiliki oleh murid untuk bisa menemukan sendiri mengapa masalah itu terjadi dalam dirinya dan bagaimana tindakan yang harus dilakukan agar masalah yang dihadapinya dapat diselesaikan menurut cara yang ditemukannya sendiri.
Pertanyaan 2. BAGAIMANA KETERKAITAN KETERAMPILAN COACHING DENGAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN?
Keterampilan coaching dengan mengembangkan kompetensi diri sebagai seorang pemimpin pembelajaran adalah sangat berkaitan atau berhubungan erat. Dalam keterampilan coaching yang diawali dengan paradigma berpikir coaching, prinsip coaching menggunakan alur TIRTA semua bertujuan untuk memberdayakan.
Keterampilan coaching diawali paradigma berpikir coaching yaitu:
- Fokus pad coachee/rekan yang akan dikembangkan
- Bersikap terbuka dan ingin tahu
- Memiliki kesadaran diri yang kuat
- Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Prinsip coaching yang dikembangkan yaitu:
- Kemitraan
- Proses kreatif
- Memaksimalkan potensi
Seorang coach harus menguasai 3 kompetensi coaching yaitu:
- Kehadiran penuh / presence
- Mendengarkan aktif
- Mengajukan pertanyaan berbobot
Hal-hal yang dapat menghambat dalam kompetensi mendengarkan aktif yaitu:
- Asumsi / memberikan anggapan tertentu
- Melabel / judgement
- Asosiasi / mengaitkan dengan pengalaman pribadi
Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching
TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Tujuan umum (tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akanberlangsung. Idealnya tujuan ini dating dari coachee)
- Identifikasi (coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat ini)
- Rencana aksi (pengembangan ide atau alternative solusi untuk rencana yang akan dibuat)
- Tanggung jawab (membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir. Prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan bijaksana secara mandiri.
Refleksi selama Pembelajaran Modul 2.3
Selama melaksanakan proses belajar modul 2.3, saya merasa bingung pada awalnya karena ini merupakan hal baru, namun setelah mengikuti setiap tahapan sampai pada proses praktek bersama rekan CGP lainnya saya semakin memahami kompetensi-kompetensi coaching dan melakukan praktek lebih menyenangkan. Dalam mempelajari modul 2.3 ini, yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan diri dalam proses belajar adalah kolaborasi dengan rekan CPG dan kolaborasi bersama teman sejawat di sekolah dalam melakukan prakik coaching. Sedangkan yang perlu diperbaiki adalah kemampuan diri untuk melakukan coaching utamanya dalam mengajukan pertanyaan yang berbobot terhadap si coachee. Dengan mengajukan pertanyaan yang berbobot maka kita sebagai coach akan mampu menggali ide/informasi agar si coachee bisa menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi. Selama mempelajari modul ini, saya merasa kompetensi diri saya semakin berkembang, saya bisa melakukan praktek Coaching bersama rekan sesama CGP dan bahkan saya bisa mempraktekkan coaching bersama rekan sejawat di sekolah dengan menerapkan prinsip coaching dan alur TIRTA.
Selama proses pembelajaran modul 2.3 ini saya belajar dari kegiatan setiap tahapnya sampai pada tahap elaborasi dimana banyak sekali pertanyaan yang berkaitan dengan konsep materi coaching sebagai seorang coach saya juga memiliki pertanyaan tentang bagaimana untuk membuat pertanyaan yang berbobot dalam melakukan coaching agar si cochee bisa lebih mengeksplor diri?. Â Dan ternyata mengajukan pertanyaan yang berbobot itu termasuk dalam upaya memunculkan pertanyaan yang kritis untuk menggali informasi si coachee agar menemukan solusi atas permasalahannya sesuai dengan alur TIRTA.
Setelah mendapatkan materi dalam modul ini saya mencoba mempelajarinya dengan baik dan saya terapkan dalam kelas missal dengan mencari solusi dari kasus yang dihadapi siswa. Kemudian saya juga berkolaborasi rekan rekan sejawat disekolah untuk berbagi solusi atas permasalahan yang di hadapi dengan kasus yang hamper sama. Namun terdapat beberapa kendala/tantangan yang saya hadapi ketika melakukan penerapan coaching untuk supervisi akademik ini disekolah, diantaranya coaching merupakan hal yang masih baru, belum menjadi budaya disekolah dan tidak semua rekan bisa menerima dengan terbuka proses coaching, selain itu keterbatasan waktu dan benan kerja yang banyak juga termasuk tantangan untuk mendampingi rekan guru secara berkelanjutan. Dari tantangan yang dihadapi saya berupaya untuk memunculkan alternatif solusinya, misalnya proses coaching bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih personal, sehingga rekan guru bisa lebih terbuka. Dan proses coaching juga bisa dilakukan dengan memaanfaatkan teknologi misalnya dengan komunikasi virtual yang lebih sering digunakan (misalnya : Telpon/WA/Gmeet) dan dilakukan dalam waktu luang sehingga penggunaan waktunya lebih efisien.
Dari pengalaman supervisi akademik yang pernah saya alami selama ini oleh guru senior/kepala sekolah/pengawas masih belum menggunakan teknik coaching seperti yang saya pelajari di modul 2.3 ini. Dalam proses tersebut superrvisi hanya dilakukan sekedar memenuhi kewajiban tanpa memaknai proses supervisi tersebut. Saya berharap kedepannya, kegiatan supervisi akademik dapat dilakukan dengan proses coaching dengan prinsip dan kompetensi intinya serta menggunakan alur TIRTA sehingga bisa meningkatkan kwualitas pembelajaran dikelas. Hal ini sejalan dengan pembelajaran pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi dan modul 2.2 dengan pembelajaran social emosianal maka pembelajaran yang lebih bisa sesuai dengan kebutuhan dan dapat mengembangkan kompetensi guru yang berpihak pada siswa setelah bisa melakukan proses coaching. Selain itu beberapa informasi dari hasil diskusi bersama rekan sejawat yang lebih senior dan berpengalaman juga menjadi bahan saya secara pribadi bisa berefleksi untuk mengembangkan kompetensi yang saya miliki.
Salam guru Penggerak!
Tergerak.....!
Bergerak....!
Menggerakkan.....!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H