Selama proses pembelajaran modul 2.3 ini saya belajar dari kegiatan setiap tahapnya sampai pada tahap elaborasi dimana banyak sekali pertanyaan yang berkaitan dengan konsep materi coaching sebagai seorang coach saya juga memiliki pertanyaan tentang bagaimana untuk membuat pertanyaan yang berbobot dalam melakukan coaching agar si cochee bisa lebih mengeksplor diri?. Â Dan ternyata mengajukan pertanyaan yang berbobot itu termasuk dalam upaya memunculkan pertanyaan yang kritis untuk menggali informasi si coachee agar menemukan solusi atas permasalahannya sesuai dengan alur TIRTA.
Setelah mendapatkan materi dalam modul ini saya mencoba mempelajarinya dengan baik dan saya terapkan dalam kelas missal dengan mencari solusi dari kasus yang dihadapi siswa. Kemudian saya juga berkolaborasi rekan rekan sejawat disekolah untuk berbagi solusi atas permasalahan yang di hadapi dengan kasus yang hamper sama. Namun terdapat beberapa kendala/tantangan yang saya hadapi ketika melakukan penerapan coaching untuk supervisi akademik ini disekolah, diantaranya coaching merupakan hal yang masih baru, belum menjadi budaya disekolah dan tidak semua rekan bisa menerima dengan terbuka proses coaching, selain itu keterbatasan waktu dan benan kerja yang banyak juga termasuk tantangan untuk mendampingi rekan guru secara berkelanjutan. Dari tantangan yang dihadapi saya berupaya untuk memunculkan alternatif solusinya, misalnya proses coaching bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih personal, sehingga rekan guru bisa lebih terbuka. Dan proses coaching juga bisa dilakukan dengan memaanfaatkan teknologi misalnya dengan komunikasi virtual yang lebih sering digunakan (misalnya : Telpon/WA/Gmeet) dan dilakukan dalam waktu luang sehingga penggunaan waktunya lebih efisien.
Dari pengalaman supervisi akademik yang pernah saya alami selama ini oleh guru senior/kepala sekolah/pengawas masih belum menggunakan teknik coaching seperti yang saya pelajari di modul 2.3 ini. Dalam proses tersebut superrvisi hanya dilakukan sekedar memenuhi kewajiban tanpa memaknai proses supervisi tersebut. Saya berharap kedepannya, kegiatan supervisi akademik dapat dilakukan dengan proses coaching dengan prinsip dan kompetensi intinya serta menggunakan alur TIRTA sehingga bisa meningkatkan kwualitas pembelajaran dikelas. Hal ini sejalan dengan pembelajaran pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi dan modul 2.2 dengan pembelajaran social emosianal maka pembelajaran yang lebih bisa sesuai dengan kebutuhan dan dapat mengembangkan kompetensi guru yang berpihak pada siswa setelah bisa melakukan proses coaching. Selain itu beberapa informasi dari hasil diskusi bersama rekan sejawat yang lebih senior dan berpengalaman juga menjadi bahan saya secara pribadi bisa berefleksi untuk mengembangkan kompetensi yang saya miliki.
Salam guru Penggerak!
Tergerak.....!
Bergerak....!
Menggerakkan.....!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H