Sekretaris Desa Gili Anyar berinisal MI melakukan tindakan korupsi sebesar Rp. 190 Juta.
Berdasarkan data diatas, menurut penulis praktik politik dinasti dan oligarki di Bangkalan ini dapat menciderai demokrasi. Selain itu juga berdampak kepada hak masyarakat sipil dalam berpartisi dalam dunia politik. Disisi lain juga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Begitupun pemerintah dibawahnya seperti kepala desa yang berdasarkan data korupsi diatas dapat dikatakan bahwa apabila pemerintah diatasnya sewenang wenang maka pemerintahan yanga ada dibawahnya juga mengikutinya atau bahkan lebih parah.
Praktik politik di Bangkalan mengarah kepada kelanggengan kekuasaan atau yang biasa disebut politik dinasti. Hal itu membuat penguasa di Bangkalan hanya di kuasai dan di dominasi oleh garis keturunan bani Kholil saja. Hal tersebut tentu saja harus dihilangkan agar tercipta kebersamaan serta kesetaraan dalam panggung politik, hak asasi manusia dan kedaulatan rakyat. Selain menciptakan pemerintahan yang oligarki, politik dinasti juga dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang sehingga korupsi, kolusi dan nepotisme tidak dapat terhindarkan. Pilkada Bangkalan 2024 merupakan waktu yang tepat untuk merevolusi model politik Bangkalan. Panggung politik Bangkalan harus di bongkar dan di tata ulang menjadi panggung bebas yang akan diikuti oleh pihak mana saja, bukan hanya golongan elit politik tetapi juga masyarakat sipil tanpa memandang status keturunan. Kontestasi pilkada 2024 harus tercipta politik liberal (bebas) yang dapat membuka peluang besar bagi masyarakat sipil untuk ikut andil dalam panggung politik. Dengan demikian, Bangkalan akan terhindar dari politik dinasti yang didominasi oleh segelintir orang saja yang di pandang dari sisi keturunan saja yang selama ini berjalan kurang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H