Mohon tunggu...
Siti Khoiriah Yasin
Siti Khoiriah Yasin Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Di atas Langit, masih ada Langit.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bangsa Indonesia Sudah Maju Belum, Sih?

21 Agustus 2020   00:14 Diperbarui: 22 Agustus 2020   17:30 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesawat N250/sumber foto : kompas.com

Aksi penyerangan yang dilakukan sejumlah orang yang tergabung dalam kelompok laskar, terjadi di Kampung Metodranan Semanggi, Pasar Kliwon Solo, Jateng, pada hari Sabtu malam (8/8/20).

Peristiwa tersebut menyerang keluarga Habib Umar Assegaf yang sedang mengadakan salah satu tradisi adat jawa yaitu midodareni, dengan melakukan doa bersama sebelum pernikahan.

Saat acara sedang berlangsung, mendadak muncul puluhan orang yang mendatangi lokasi tersebut yang kemudian melakukan aksi penganiayaan, pengeroyokan serta pengerusakan.

Apa sebab kelompok tersebut melakukan penyerangan ? Disinyalir, motif kelompok anarkis itu menganggap ritual doa yang dilakukan merupakan bagian ajaran syi’ah yang dianggap sesat dari ajaran agama Islam. Sebuah tindakan yang sangat mencederai nilai persatuan dari kemajemukan Bangsa Indonesia.

Senada dengan pesan yang disampaikan Bapak Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan untuk sidang tahunan di Gedung MPR pada hari Jumat lalu (14/8/20); "Jangan ada yang merasa paling agamis sendiri. Jangan ada yang merasa paling Pancasilais sendiri," ujarnya.

Simbol Agama dan Etnis

Di saat dunia bersiap menyambut tantangan abad ke-22, bangsa ini terjebak dengan masih saja meributkan kepada simbol-simbol agama, tradisi suku, status kelompok atau golongan tertentu. 

Maraknya suara yang memprotes simbol salib pada logo HUT RI, kembali mengusik perbedaan pendapat dari berbagai kubu. Namun sayangnya perbedaan tersebut hanyalah menimbulkan perdebatan kusir yang kosong dari manfaat.

Mengapa ? Sebab memprotes sesuatu hanya berdasarkan imajinasi semu belaka atau cocoklogi yaitu berusaha mencocok-cocokan meskipun fakta dan datanya jauh dari realita. Biasanya penganut fenomena cocoklogi ini adalah kaum fanatis.

Logo tersebut merupakan dekonstruksi dari bagian-bagian desain dari Supergraphic. Pada tiap-tiap bentuk desain memiliki kandungan makna tersendiri. Ringkasnya, pembuatan logo tersebut memiliki argumen keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan.

Penilaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menggunakan hanya dari cara pandang penglihatan dengan mencoba memirip-miripkan pada simbol salib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun