"Di tahun 1995, Indonesia berhasil membuat dunia penerbangan berdecak kagum. Apa pasal ? sebuah karya genius dari Bapak Prof. DR. B.J. Habibie yang menorehkan prestasi membanggakan untuk negara Indonesia yaitu Pesawat Gatot Kaca N250. Pesawat turboprop yang menggunakan teknologi paling mutakhir kala itu. Secercah cahaya terang akan sebuah masa depan".
75 tahun silam, seluruh rakyat Indonesia segenap bersuka cita. Sebuah gambaran kebahagiaan seiring telah dipastikannya hak hidup bagi rakyat Indonesia merdeka dari belenggu penjajahan bangsa Belanda dan Jepang.
Namun, kini Bangsa Indonesia harus mendengar kabar yang tidak menggembirakan. Pesawat canggih yang pernah dibuat anak bangsa, kini resmi sudah harus masuk ke sebuah ruangan yang bernama Museum. Antara ironi yang lumayan tragis untuk ulang tahun yang ke-75, yang bercita-cita menjadi Indonesia maju.
Sebagai rakyat yang saat ini tinggal enak menikmati jerih payah para pahlawan, sudah semestinya rasa syukur dan terima kasih bisa kita persembahkan melalui karya dan prestasi yang menuju kepada kemajuan.
Begitu pun dengan sikap dan perilaku yang senantiasa mengimplementasikan nilai-nilai dari kebhinekaan yaitu kesatuan dalam kemajemukan.
Menjaga persatuan dalam keanekaragaman seperti suku, ras, agama dan budaya menjadi kewajiban kita saat ini hingga seterusnya sebagai wujud bakti kita kepada negeri tercinta.
Sebagaimana orasi yang telah dideklarasikan oleh sang proklamator Indonesia Ir. Soekarno,
"Negeri ini, Republik Indonesia. Bukan milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat-istiadat tertentu, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!."
Harapan seakan berbanding terbalik dari kenyataan. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi menjelang hari ulang tahun Indonesia, seakan justru memberikan “kado” terburuk bagi ibu pertiwi.
Intoleransi Tradisi Budaya Keagamaan