Mohon tunggu...
Siti Khoiriah Yasin
Siti Khoiriah Yasin Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Di atas Langit, masih ada Langit.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bebas Tanpa (K)otak

25 April 2020   04:52 Diperbarui: 26 April 2020   10:08 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara tentang otak kadang jadi suatu hal yang membosankan. Namun tergantung dari sudut mana kita meneropongnya. Terasa mengasikkan, bila otak tidak dianggap sebagai tolak ukur kualitas seseorang sebagai manusia. Namun hanya sebatas seperti salah satu perangkat keras (hardware) komputer. 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Salk Institute, jumlah rata-rata kapasitas otak manusia adalah 10 juta GB. Kepastian jumlah tepatnya tidaklah penting, yang pasti Tuhan itu Maha Adil gaes, kapasitas otak yang diberikan kepada kita pasti sama jumlah kuantitasnya. 

Pintar, cerdas, bahkan genius sekalipun itu gimana kemampuan kinerja perangkat keras (otak) untuk menyimpan berbagai jenis informasi, isyarat, inspirasi, ilham dll., yang ditambah dengan seberapa besar usaha manusia mau memaksimalkan itu melalui proses Belajar.

Belajar tidak hanya ketika kita menjalani di lembaga pendidikan dengan periode tertentu, dan  ditandai gelar kelulusan. Belajar memiliki cakupan pengertian yang sangat luas, bahkan dalam Islam, kewajiban menuntut ilmu sangat penting. Hingga ada kalimat mutiara arab :

 ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. 

Hal yang paling mendasar yang selalu ada dalam diri manusia untuk 'merangsang' pembelajaran adalah rasa kepo (rasa ingin tahu) yang obyek nya ada di sekitar kehidupan kita yaitu alam semesta.

By the way gojek, merasa paling 'pintar' itu gak keren banget dan menilai orang lain bodoh itu adalah  perbuatan yang merugikan diri sendiri alias gak ada manfaatnya. Berikut sikap unfaedah tersebut harus dihindari :

 1. Sumber Pengetahuan Absolut Dari Tuhan

Alam semesta adalah media pembelajaran paling lengkap dan terluas yang disediakan Tuhan untuk umat manusia. Manusia didesain untuk mampu "membaca" tanda-tanda dan mengungkapkan tabir rahasia dari ilmu pengetahuan-Nya. 

pengetahuan Allah seperti lautan luas, bahkan jika ada manusia yang paling cerdas sekalipun, itu hanya seperti setetes air yang terbagi lagi dengan beberapa partikel kecil.

Kemampuan manusia menghasilkan berbagai pertanyaan dan sepintas ide yang tiba-tiba muncul karena diilhamkan oleh sang maha sumber ilmu.

Amat sangat mungkin terjadi penurunan kualitas kemampuan tersebut, misal sering lupa bahkan ekstrimnya amnesia. Ketika peng-AKU-an terhadap ilmu mulai timbul dalam diri manusia,maka kuasa Tuhan layaknya tombol on/off.  

Hal itu pernah dialami oleh seorang ilmuwan fisika, Stephen Hawking. Dengan teori 'Big Bang' yang dianggapnya paling benar dan berani menyimpulkan bahwa Tuhan tidak pernah ada dan bukan pencipta alam semesta. Akibat kesombongannya itu menyebabkan kelumpuhan yang tiba-tiba menyerang sistem saraf otaknya.


 2. Otak Hanyalah Perangkat Alat Berpikir

 Sebagai perangkat, manusia hanya berupa rangkaian berbagai jenis komponen mesin. Semakin bertambah usia seseorang, pasti mengalami penurunan performa kinerja dari perangkat (otak) tersebut. 

Maka fungsi manusia sebagai makhluk sosial punya peranan penting. Setiap diri manusia punya keterbatasan dalam memaksimalkan perangkatnya, tidak ada di dunia ini manusia yang menguasai semua bidang disiplin ilmu beserta dengan sub dan cabang ilmu pengetahuan lainnya.

saya tidak malu untuk bertanya dan mengatakan tidak tahu.

Manusia terdiri dari komponen material (logika/otak) dan immaterial (kalbu/hati). Otak sebagai alat yang bersifat materi adalah meneliti, merumuskan dan menguji hal-hal yang eksplisit (jelas).

Sedangkan perangkat immaterial yaitu hati berasal dari pantulan cahaya ilmu dari hal-hal yang tersirat (rahasia/hakikat/makna) yang diperoleh melalui cara perenungan yang mendalam. 

Khusus untuk perangkat immaterial, tidak semua manusia bisa memperolehnya. Karena refleksi cahaya akan bersinar di tempat yang bersih dari segala sifat yang mencemari. 

Cermin yang buram mustahil dapat menerima pantulan sinar cahaya (kira-kira begitulah perumpamaan yang penulis coba persepsikan ...hehe).

3. Setiap Manusia Adalah UNIK


Bukankah pelangi itu indah ketika beberapa warna berbeda disatukan? Tuhan Maha Kreatif merancang berbagai jenis perbedaan di dunia ini, termasuk perbedaan pendapat di antara gen kita sendiri gaes. 

Bahkan sampai agama mengatur bagaimana mengakomodasi perbedaan-perbedaan ini dengan cara musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan. Bahasa kita sehari-hari adalah diskusi.  

Tidak perlu aneh dan kaget jika ada perbedaan pendapat, itu adalah pertanda bahwa kepingan-kepingan kecil pemikiran atau ide yang diilhamkan muncul dipermukaan. 

Tinggal gimana kemampuan untuk menyatukan kepingan tersebut menjadi kesatuan bentuk. Terkadang ada bagian yang tidak harus dipaksakan menyatu. Meski begitu, prioritas tujuan bersamalah yang diutamakan.

Ilmu bisa datang dari siapa, kapan, dan dimana saja.

Hindari sikap merasa superpower dan senioritas. Anggaplah setiap orang adalah guru dan media untuk kita saling belajar, tukar pikiran, pengalaman, kemudian ambil sisi positifnya yang bisa bermanfaat.

Seseorang yang sadar dirinya tidak sempurna, maka akan lebih bijak untuk menerima perbedaan dan tidak mudah reaktif ketika ada perbedaan darinya. Baginya berbeda bukanlah ancaman tetapi keunikan.

Hapus huruf (K) dalam kotak

Bingo...adalah seruan ketika berhasil menyelesaikan permainan dari kumpulan huruf acak hingga terbentuk menjadi kata tertentu. Mengabaikan huruf yang tidak perlu dan fokus menemukan huruf yang jadi tujuan. 

Hubungannya dengan topik ini adalah terkadang kita hanyut dan larut dalam batas yang dibuat sendiri atau diciptakan oleh orang lain. Penambahan huruf (K) adalah simbol batas, partisi, dinding yang menyebabkan otak kita terjepit dan kaku, karena letak setiap huruf di otak tidak pada posisi yang tepat. 

Sehingga membuat pola pikir jadi sempit, stagnan, standar baku, formal,dll. Terperangkap oleh batas yang tidak memiliki ruang gerak dinamis, pada akhirnya menjadi defensif yang  tidak siap dengan perubahan, dan tidak bisa merasakan empati terhadap hak dan kepentingan orang lain. 

Mengembalikan fungsi otak sesuai dengan posisi semestinya adalah sebuah keniscayaan atau sunnatullah, tanpa dibatasi dengan sesuatu yang ditambahkan berdasarkan ego dan kepentingan diri sendiri dan mengabaikan yang bukan berasal dari dirinya.

Bebaskan diri kita dari kotak. Terutama jika ruang lingkup kita masih dalam lingkungan yang kecil, seperti tingkat RT, sekelurahan, sekecamatan, sekelompok tempat kerja, teman nongkrong, teman cuma sekilas...wkwk (weleh-weleh kata si Komo). Mengutip kalimat mutiara "di langit masih ada langit".

Penulis punya keyakinan bahwa tidak ada manusia yang bodoh. Hal yang membedakan karena klasifikasi dari standarisasi peringkat dengan angka tertentu, dan seberapa kuat usaha untuk terus belajar. 

Jikalau kita menguasai bidang tertentu, tetap itu hal kita patut bangga dan syukuri, karena untuk mencapainya dari hasil usaha keras dengan belajar. Tapi...penting juga untuk mengingatkan diri ini agar selalu sadar sepenuhnya bahwa masih banyak yang belum diketahui maupun dikuasai dan itu ada pada orang lain. 

sepintar-pintarnya orang pasti ada yang tidak tahunya dan sebodoh-bodohnya orang pasti ada kepintaran dalam dirinya.


(the only thing I know is I don't know anything. ; socrates)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun