Mohon tunggu...
Khofsah TilawahSafrudin
Khofsah TilawahSafrudin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Minat saya terhadap bahasa dan seni menjadi alasan saya untuk belajar menulis dan bebas berekspresi. Membagi cerita melalui karya dan tulisan, selalu mengingatkan saya kembali bahwa hidup untuk meninggalkan jejak di dunia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Ingin Pulang

16 November 2023   11:05 Diperbarui: 16 November 2023   11:07 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita pendek ini hanya karangan penulis. Dunia fiksi yang dibangun oleh penulis dari cerita-cerita masyarakat Cikokol, Kota Tangerang di bantaran kali Cisadane yang mempercayai adanya sosok Buaya Putih dan kerajaannya. Digambarkan sebagai siluman Buaya Putih berkepala manusia dan berbadan buaya yang memiliki paras wajah tampan. Konon katanya, sejak dulu sudah banyak  memakan korban. Siluman Buaya Putih mengincar anak perempuan warga setempat untuk dinikahi dan dibawa ke dasar kali Cisadane, Kerajaan Buaya Putih. Nama tokoh dan karakter tidak nyata, dan hanya untuk sebuah hiburan semata. Semoga pembaca menikmati cerita pendek ini dan dapat memberi kritik atau pun saran terhadap penulis. Selamat membaca.

"Ibu, aku berangkat!" Teriak Rumi di depan rumahnya yang terlihat sedang buru-buru.

Di bantaran kali Cisadane, siang itu Rumi berlari. Dia terlupa akan janjinya untuk bertemu dengan kedua temannya, Ajeng dan Ayu. Mereka bertemu di jembatan yang membentang kali besar itu.

"Maaf  ya, aku terlambat. Aku lupa ada janji dengan kalian." Ucap Rumi dengan nafasnya yang tersengal-sengal.

"Tidak ku maafkan, kecuali kalo kamu belikan kita bakso. Benar tidak yu?" Jawab Ajeng sambil menyenggol lengan Ayu untuk mendukung argumennya.

"Eh iya, betul itu." Ayu membenarkan ucapan Ajeng agar mereka tidak perlu berlama-lama membahas topik pembicaran ini, Ayu sedari tadi sudah lapar karena menunggu kedatangan Rumi.

"Kita makan di sini saja?" Tanya Rumi kepada kedua temannya.

"Iya boleh, aku sudah tidak berdaya kalo nyari tempat lain lagi. Lapeeerr." Ayu menyetujui pertanyaan Rumi.

Mereka bertiga tertawa karena mendengar suara perut Ayu yang berisik, menyegerakan untuk duduk dan memesan bakso.

"Bang, bakso tiga mangkok. Dua pedes satu engga." Ajeng berbicara kepada abang tukang bakso. Abang tukang bakso segera membuatkan pesanan mereka karena tidak ada pembeli lain siang itu.

"Ini neng, dua pedes satu engga." Tukang bakso itu menyajikan tiga mangkok bakso di atas meja.

Dengan cepat Rumi, Ajeng dan Ayu mengambil sendok dan menyantap bakso mereka. Suapan pertama Rumi menyendoki kuah bakso dan dirasa kuah bakso itu pedas padahal dia tidak suka pedas. Rumi salah mengambil mangkok bakso yang pedas. Buru-buru Rumi meludahi kuah pedas itu dibuangnya langsung ke kali besar di belakangnya. Dan membasuh lidahnya dengan air putih dan sekali lagi meludah ke kali Cisadane. Kedua temannya tertawa melihat Rumi yang sibuk menghilangkan rasa pedas di lidahnya. Tanpa di sadari oleh Rumi dia tampak sekilas melihat orang di permukaan kali itu.

"Duh maaf bang, saya engga tau kalo ada abang di bawah" Rumi berbicara kepada sosok yang dilihatnya di atas permukaan kali itu. Namun sosok tersebut hanya tersenyum kepada Rumi.

"Serem ih, merinding." Rumi terkejut dan terlihat takut.

"Ada apa, Rum?" Tanya Ayu penasaran dan mengehentikan suapan terakhir baksonya.

"Coba kalian lihat itu ada orang di bawah sana." Rumi meminta kedua temannya untuk melihat ke bawah jembatan.

"Engga ada apa-apa, Rum." Ajeng terlihat bingung dan juga takut melihat sikap Rumi yang aneh.

"Masa sih? Tadi aku lihat ada abang ganteng senyum-senyum lihat aku." Rumi mencoba meyakinkan kedua temannya.

"Abang gantengnya mau kenalan sama kamu itu." Ayu menggoda Rumi sambil tertawa kecil.

Rumi langsung terlihat pucat dan merasa tidak sehat. Rumi mengajak kedua temannya untuk pergi dari kali itu dan membayar bakso mereka.

"Bakso kamu belum dimakan Rum."

"Engga selera, aku mau balik aja."

Sesampainya di rumah, kondisi tubuh Rumi semakin memburuk dan langsung jatuh pingsan. Ibunya yang sedang memasak di dapur tidak menyadari bahwa putrinya sudah kembali dan tergeletak di depan pintu. Satu jam kemudian bang Danu---kakak Rumi---pulang ke rumah bersama mas Wanto, tetangganya. Mereka terkejut melihat Rumi tergeletak pingsan di depan pintu dengan kondisi wajah yang pucat dan dingin. Bang Danu teriak memanggil Ibunya, menggendong Rumi dan meletakkannya di tempat tidur.

"Ada apa ini Danu, kenapa adikmu?" Ibu terlihat khawatir dan panik melihat kondisi anaknya. "Danu engga tahu bu, mas tolong panggil bapak di rumah mu." Danu meminta mas Wanto untuk memanggil bapaknya.

Setibanya bapak di rumah, bau menyan dan bau bangkai menyengat menyelimuti rumah mereka. Rumi terbangun dengan mata merah dan berteriak. Hari menjelang maghrib, bertepatan dengan malam satu Suro. Ramai tetangga berbondong-bondong ke rumah Rumi, termasuk Ajeng dan Ayu. Petang itu ketika Rumi berteriak tanpa henti, Ajeng dan Ayu menceritakan kejadian tadi siang.

"Siluman Buaya Putih." Wanto yang sejak tadi membantu Danu memegangi Rumi yang menggeliat kepanasan di atas tempat tidur tanpa ragu menyebut panggilan itu.

Rumi mengaum disertai teriakan serak meminta kopi hitam. Ibu mengenali suara itu karena dahulu ibu pernah dirasuki oleh buyut yang melindungi keluarga mereka. Dengan segera bapak meminta Danu untuk memanggil orang pintar. Sementara bapak dan Wanto memindahkan Rumi ke ruangan depan sambil dibacakannya doa-doa. Sesaat kemudian Danu kembali bersama Kyai Kertareja.

"Makhluk-makhluk itu berputar-putar di atas atap rumahmu saat ini. Mereka berusaha untuk merasuki tubuh anakmu. Sukma anakmu sudah dibawa oleh mereka. Terikat di suatu tempat." Ucap kyai setiba di ruang keluarga berukuraan 4 x 4 meter itu.

"Gimana Ki? Apakah sukma bisa dibawa kembali?" Tanya Danu kepada Kyai memastikan bahwa adiknya akan kembali.

"Tidak ada yang bisa membawanya kembali, kecuali adikmu sendiri yang menuntunnya pulang." Kyai Kertareja duduk simpuh disisi kanan Rumi sambil memejamkan matanya dan mulai membacakan mantra dan doa-doa.

Danu sang kakak membantu memegangi telapak tangan Rumi dan berbisik ditelinga Rumi memanggil-manggil nama adiknya.

"Rumi, ini abang Danu."

Rumi mengaum semakin kencang dan berteriak meminta tolong dengan mulut berair dan mata  merah. Rumi membalas panggilan abangnya. Dan memulai percakapan.

"Bang, Rumi takut. Di sini gelap. Tangan rumi terikat."

"Iya Rumi, abang tau. Sekarang Rumi di mana?"

"Rumi di bawah jembatan pinggir kali Cisadane, bang. Rumi mau pulang."

"Rumi engga usah takut. Ada abang, Rumi tau arah pulang ke rumah kita kan?" Rumi berteriak semakin kencang, tubuhnya melawan.

"Sekarang Rumi ikut abang pulang ke rumah."

Sepanjang malam, Rumi terus melawan tubuhnya dan menggeliat kepanasan karena doa-doa yang dimantrai Kyai Kertareja. Tepat adzan Subuh berkumandang, Rumi jatuh pingsan dengan tubuhnya yang sudah lelah. Sukma sudah dikembalikan dan pulang ke tubuh Rumi.

Bertahun-tahun sudah lamanya peristiwa itu menimpa keluarga Rumi, saat ini Rumi sudah menikah dan dikaruniai anak laki-laki yang tampan. Pesan Kyai Kertareja saat itu, Rumi tidak bisa menjalani hidup normal. Setiap tahun keluarga Rumi harus menyembelih seekor kambing yang kemudian dagingnya dibagikan untuk orang-orang kampung dan kepala kambing diletakkan di bantaran kali Cisadane. Setiap malam satu Suro, Rumi diminta untuk mandi kembang tujuh rupa. Dan tidak boleh menginjakkan kakinya di jembatan kali Cisadane lagi.

TAMAT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun