"Bang, Rumi takut. Di sini gelap. Tangan rumi terikat."
"Iya Rumi, abang tau. Sekarang Rumi di mana?"
"Rumi di bawah jembatan pinggir kali Cisadane, bang. Rumi mau pulang."
"Rumi engga usah takut. Ada abang, Rumi tau arah pulang ke rumah kita kan?" Rumi berteriak semakin kencang, tubuhnya melawan.
"Sekarang Rumi ikut abang pulang ke rumah."
Sepanjang malam, Rumi terus melawan tubuhnya dan menggeliat kepanasan karena doa-doa yang dimantrai Kyai Kertareja. Tepat adzan Subuh berkumandang, Rumi jatuh pingsan dengan tubuhnya yang sudah lelah. Sukma sudah dikembalikan dan pulang ke tubuh Rumi.
Bertahun-tahun sudah lamanya peristiwa itu menimpa keluarga Rumi, saat ini Rumi sudah menikah dan dikaruniai anak laki-laki yang tampan. Pesan Kyai Kertareja saat itu, Rumi tidak bisa menjalani hidup normal. Setiap tahun keluarga Rumi harus menyembelih seekor kambing yang kemudian dagingnya dibagikan untuk orang-orang kampung dan kepala kambing diletakkan di bantaran kali Cisadane. Setiap malam satu Suro, Rumi diminta untuk mandi kembang tujuh rupa. Dan tidak boleh menginjakkan kakinya di jembatan kali Cisadane lagi.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H