Mohon tunggu...
Khofifah AyuVirnanda
Khofifah AyuVirnanda Mohon Tunggu... Bankir - Manusia yang dalam masa perbaikan

Apapun yang hadir dikehidupan kita, mari coba menghargainya. Sekecil apapun itu :))

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Unik dan Cukup Menarik, Perempuan Melamar Laki-laki di Lamongan

4 Mei 2020   11:04 Diperbarui: 4 Mei 2020   11:12 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah Negara yang banyak akan budaya dan aneka adat istiadatnya. Setiap daerah, setiap desa pun bisa berbeda. Negara ini memang dikenal keberagamannya. Dari Agama, ras, suku, budaya, serta adat istiadatnya.

Namun dengan perbedaan itu, rakyat Indonesia semakin bisa mengenal satu sama lain, saling menguatkan dan saling menghormati. Di artikel ini saya akan membahas tentang salah satu keberagaman di Indonesia, yakni adat istiadat di daerah tempat saya tinggal, Lamongan.

Adat berasal dari bahasa Arab yang berarti "kebiasaan", jadi secara etimologi adat dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi suatu kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat. 

Adat merupakan kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki naili dan dijunjung serta di patuhi masyarakat pendukungnya. 

Seperti definisi diatas, didaerah Lamongan terdapat adat dimana calon pengantin perempuan yang melamar calon pengantin laki-lakinya. Biasanya kan,laki tuh yang ngelamar, tapi disini sedikit berbeda gaes, betina yang maju wkwkw.

Jelas adat ini tidak sembarangan dilakukan oleh masyarakat setempat, karena hanya di beberapa daerah saja yang menerapkan adat ini. Jadi, asal mula adat istiadat dimana calon pengantin wanita melamar calon pengantin pria berawal dari cerita rakyat Lamongan. 

Tradisi perempuan melamar laki-laki konon sudah terjadi turun temurun sejak masa pemerintahan Raden Panji Puspokusumo, penguasa Lamongan pada 1640 - 1665. Dalam kisahnya, Panji Puspokusumo memiliki dua anak kembar bernama Raden Panji Laras dan Raden Panji Liris. Kedua pangeran rupawan itu memiliki hobi menyabung ayam. 

Suatu hari, keduanya mengikuti sabung ayam di daerah Wirosobo yang sekarang dikenal dengan Kertosono, Nganjuk. Ketampanan Panji Laras dan Panji Liris ternyata membius dua putri kembar raja Wirosobo, yakni Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi. Kedua putri cantik itupun langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. 

Walau dianggap melanggar norma saat itu, Raja Wirosobo akhirnya melamar kedua putra kembar penguasa Lamongan itu. Desakan dua putri kesayangan membuatnya berani melanggar norma. Sejak saat itulah tradisi perempuan melamar laki-laki mulai diberlakukan. 

Budaya itu kemudian dilestarikan sebagai budaya leluhur yang masih terjaga hingga kini. Dari cerita ini masyarakat mengambil contoh yang digunakan untuk menjadi adat mereka. Desa Centini Kecamatan Laren misalnya, menggunakan adat tersebut sampai sekarang.

Masyarakat Lamongan ini sangat menghormati adat istiadat yang diturunkan oleh nenek moyang mereka, jadi tidak heran bila masyarakat masih menggunakan tradisi perempuan melamar laki-laki, meskipun wajarnya adalah laki-laki yang melamar perempuan. Meski begitu, mereka tetap menjunjung tinggi kesatuan kedua keluarga, dan menghormati satu sama lain. 

Karena menurut mereka, meski perempuan yang melamar, itu bukan berarti hak perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Tapi maksut pernikahan adalah menyatukan dua hati agar saling membangun rumah tangga yang baik, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, serta memperoleh ridho Allah.

Kedua calon pengantin harus melalui beberapa prosesi. Yang pertama yaitu NJALUK (Meminta kepada si calon penganting laki-laki agar mau menjadi menantunya), kemudian GANJUR (Acara melamar) dimana keluarga calon pengantin wanita mendatangi rumah calon pengantin pria. Setelah acara lamaran selesai, lanjut prosesi MILIH DINO (memilih hari pernikahan). 

Dalam prosesi milih dino, kedua keluarga harus sepakat kapan pernikahan akan diadakan, tanpa harus merugikan salah satu keluarga. Selesai memilih hari dan tanggal pernikahan, calon suami dilarang kemanapaun (seperti pingitan, tapi untuk laki-laki) sampai pernikahan berlangsung nanti. .  

Selain silaturahmi, keluarga perempuan membawa seserahan, baik itu dalam bentuk makanan atau barang. Tapi biasanya diikat oleh cincin yang sangat berharga. Setelah diterima, dalam pernikahan nanti keluarga lelaki wajib memberikan mahar yang nilainya lebih besar.

Tradisi ini menurut saya banyak keterkaitannya dengan kewarganegaraan dan pancasila, karena dalam lamaran ini hak wanita disamakan dengan pria. Dari cara mereka mempercayai leluhur, berarti masyarakat juga sangat menghormati perjuangan pada zaman dahulu. 

Meski sedikit aneh, masyarakat setempat tetap bangga memiliki adat seperti ini. Karena mereka pun yakin, setiap daerah memiliki adat yang berbeda-beda, dan mereka pun saling menghormati setiap perbedaan yang ada. Karena mereka ada di Indonesia, dimana banyak perbedaan yang tercipta didalamnya, bukan untuk mencerai beraikan kesatuan, tapi justru untuk menjunjung tinggi Pancasila. 

Pada sila 5 pancasila, berbunyi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" sudah diterapkan oleh masyarakat Lamongan ini, dimana bukan hanya laki-laki yang berhak melamar, tapi perempuan pun bisa melamar. Tanpa harus membeda-bedakan status dan jenis kelamin, lamaran bisa dilakukan. Dan kedua keluarga bisa menghargai dan menghormati lamaran tersebut. 

Menurut saya itu hal yang sangat patut kita syukuri sebagai warga Indonesia, dimana masih banyak orang yang mampu berkiap semestinya kepada negara. Meski tidak sebepara, setidaknya menhargai orang lain dan menghormatinya termasuk perilaku bermoral.

Namun ada hal yang sangat disayangkan, karena perkembangan zaman, tradisi ini sudah mulai banyak perubahan. Seharusnya kita sebagai generasi penerus masih bisa menjaga keaslian tradisi daerah, karena banyak hal yang dapat kita pelajari didalamnya.

 Artikel ini memang banyak kesalahan dan ketidaksempurnaan. Penulis hanya manusia biasa, bukan tuhan yang hanya dengan mengucap"man jadda wa jadda" kemudian jadilah artikel ini. 

Terima kasih untuk Google, telah membantu saya menyelesaikan artikel ini. Tak lupa kepada saudari saya yang sudi menceritakan pengalaman ini, dan terima kasih untuk Pak Edi Purwanto yang telah memberikan tugas bermanfaat ini. Jazakumullah khairon :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun