Ketika orang tersebut kembali ke gua, ia berusaha menerangkan realitas yang sesungguhnya kepada rekan-rekannya, bahwa yang selama ini mereka anggap kebenaran ternyata hanyalah bayang-bayang belaka. Sayangnya, mereka malah marah dan ingin membunuhnya karena merasa ia telah mengatakan kebohongan.
Alegori ini menegaskan bahwa jika orang sudah memegang prinsip atau gambaran yang keliru, ia akan sulit untuk terbuka dan melihat kejernihan realitas, bersifat pragmatis.
Ironisnya, dalam keseharian kita bersosial, tak jarang kita bertemu dengan orang layaknya yang terikat di dalam gua. Tidak mau menerima kenyataan bahwa mereka masih memiliki masalah dan prinsip hidup mereka juga bermasalah. Ketika dinasehati baik-baik pun, mereka merasa sedang dicaci-maki dan sedang berusaha dijatuhkan.
Prinsip yang mereka pegang tidak bisa dikatakan salah, terutama ketika mereka menikmati hidup dalam prinsip tersebut. Masalahnya, mereka tidak terlihat menikmatinya. Sebab jika mereka menikmatinya, mereka tentu saja tidak akan terus mencari validasi bahwa prinsipnya sudah tepat.
Oleh: Ahmad Zainul Khofi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H