Kerangka Pengetahuan PolanyiÂ
dan Pendidikan KristenÂ
 (Dr. Khoe Yao Tung. M.Sc.Ed, M.Ed.)
Pendidikan Kristen sebuah perihal mewujudkan misi Allah dalam dunia pendidikan. Suatu karya penatalayanan dalam komunitas syalom untuk menjalani kehidupan penyembahan. Praksisnya melibatkan beberapa bentuk intensionalitas seperti upaya mempersembahkan penatalayanan dan panggilan pendidikan sebagai penyembahan spiritual kita (Roma 12:1). Pelaksanaan komunitas syalom dalam kehidupan sekolah Kristen harus memenuhi semua bagian kehidupan keseharian sekolah. Praksis Kristiani berarti menyusun hidup dengan penuh ibadah yang mengarah pada konsep poiesis.
Dalam filsafat Yunani, Aristoteles menyatakan poiesis sebagai cara untuk mengetahui di mana sesuatu dibuat. Bagaimana produk yang diwujudkan dihasilkan dari proses mengetahui, poesis diekspresikan seperti hasil karya pematung, prosa karya penulis, pedagang, dan penyair. Bagi pematung, poesis merupakan mengetahui, menemukan memproses "tanah liat" beserta kenunikannya batu atau kayu tersebut menjadi bentuk yang terbaik. Proses poesis seperti seniman Michael Angelo memahat baru marmer tinggi dan besar menjadi patung David settinggi 5.17 meter, sebuah maha karya abad abad Renaisans yang dibuat selama kurun waktu 1501-1504, kini patung tersebut sebagai simbol dari Kota Firenze.
Bagi murid Kristen, poiesis adalah mengetahui dan terus menemukan spiritualitas bersama Tuhan, menemukan dan meneladani etos atau sifat-sifat Kristen. Pembelajaran yang menemukan doksologi dalam penyembahan yang, disempurnakan oleh Kristus, dan di dalam kuasa Roh Kudus, memuji Tuhan.
Aristoteles menganggap theoria didasarkan pada implemetasi dan bersama dengan poiesis, bekerja sama memungkinkan kehidupan dalam hikmat dan mencintai hikmat dari Allah namun sayangnya pendidikan Kristen di berbagai sekolah Kristen lebih banyak sebagai pelengkap gereja dalam misi sosial menyelengarakan pendidikan, sering diadakan seadanya, tak terurus sebagai mestinya sebagai perpanjangan tangan mandat injili bahkan lebih banyak berfungsi sebagai "operator pemerintah" dalam menjalankan lembaga pendidikan. Pendidikan Kristen terkadang direduksi menjadi sekadar pengisi waktu dalam pengasuhan anak.
DialektikaÂ
Esensi realitas dan persepsi manusia sebagai instrumen bernalar untuk membangun argumennya. Dalam pemikiran Platonis, hasil dialektika sering menjadi alasan tertinggi dalam menghasilkan suatu pemikiran rasional karena prosesnya dari percakapan "bolak-balik" mengungkapkan pengalaman indrawi atau kebenaran topik atau konsep tertentu untuk menghasilkan sintesis intelektual dari ide yang bentuknya paling murni, tidak tercemar karena bias pengalaman
Berlanjut di abad modern filsuf, Georg Hegel (1770-1831), memperluas konsep dialektika yang menumbuhkan ide-ide bertahap menuju pemahaman realitas yang lebih baik melalui benturan tesis-antitesis menghasilkan sintesis. Selanjutnya sintesis menjadi tesis dan dicarikan antitesis menghasilkan sintesis dan seterusnya. Ia mengklaim proses tersebut sebagai deskripsi yang lebih akurat tentang realitas. Setiap tesis dibenturkan antitesisnya, dan diskusi akan menghasikan sintesis yang lebih tinggi. Proses dialektika pertentangan dari Hegel percaya bahwa dunia tidak pernah dialami secara langsung dengan indera, tetapi selalu terselubung atau dimediasi oleh kesadaran seseorang. Dia mengklaim bahwa kesadaran manusia itu sendiri tidak pernah tetap, akan tetapi terus berubah dan mengembangkan kategori dan konsep baru. Ide dan paradigma baru ini menentukan bagaimana kita hidup di dalam dunia, sehingga pengetahuan selalu bergantung secara kontekstual dan muncul sebagai hasil dari berhadapan dengan posisi antitesis.
Ketika dialektika digunakan dalam pendidikan Kristen, titik fokus dari proses dialektik atau dialog ini adalah mengarahkan penalaran yang membawa pengetahuan tentang Tuhan, tentang iman akan karya Kristus yang keluar dari diri individu kepada orang lain, termasuk orang Kristen lainnya. Berbagi dialektis dari pengetahuan ini menjadikan narasi traditium iman sebagai komponen penting dari pembentukan iman Kristen. Traditium sendiri harus terbuka dapat dikritik dan dipertanyakan secara dialektis. Kekakuan, dalam pengertian ini, menyiratkan perlunya pengetahuan kekristenan yang kokoh tentang doktrin, sejarah, dan kondisi manusia.
Penyelidikan epistemologis dalam agenda teologi kekristenan, memberitakan anugerah Tuhan yang bekerja dengan iman. Karya Yesus Kristus menebus manusia dari dosa oleh karena kita beriman saja dalam anugerah Tuhan semata. Epistemologis ini di pertentangkan dengan pemahaman sekuler tentang pengalaman empiris dalam pemikiran modernis. Pandangan ini menyebutkan keyakinan dan nilai bersifat subjektif, pribadi, oleh karenanya pandangan ini tidak layak dihargai sebagai pengetahuan objektif.
Salah satu pemikir modern yang penting adalah Michael Polanyi (1891-1976). Dalam bukunya Personal Knowledge: Towards a Post-Critical Philosophy (1958), Polanyi mempertanyakan ide tentang epistemologis modern, termasuk memperkenalkan konsep pengetahuan tacit (terselubung, tersembunyi). Dengan latar keilmuan sebelumnya yaitu ilmu fisika dan kimia, Polanyi berpendapat bahwa ada alasan kuat untuk mempertimbangkan "pengetahuan teoretis sebagai lebih obyektif daripada pengalaman langsung." Polanyi menolak polemik yang mempertentangan objektivitas dan subyektivitas. Ia menekankan bahwa terdapat elemen pengetahuan yang tidak akan merusak objektivitas yang valid.
Dalam pandangan Polanyi, manusia terhubung dari lingkungan mereka, mereka berpartisipasi secara pribadi di dalamnya. Pandangannya berawal dari psikologi Gestalt, ia membahas pengetahuan yang bersifat eksplisit dan tacit ("tersembunyi" bersifat non-eksplisit). Polanyi berpendapat bahwa orang lebih tahu lebih banyak daripada yang apa yang sanggup mereka katakan. Sebut saja seorang individu yang mengenal wajah seseorang, ia akan sulit mengatakan bagaimana bentuk wajah orang tersebut, kecuali ciri-ciri umumnya (bentuk muka, warna rambut, kondisi hidung, bibir dan seterusnya) namun secara keseluruhan sebenarnya ia mengenal wajahnya secara "tacit", dan apabila ia diperlihatkan banyak gambar orang dengan ciri-ciri umum seperti itu, ia akan dapat menunjukkan gambar orang tersebut dengan mudah bila ada. Pengetahuan yang eksplisit adalah pengetahuan yang sudah dituliskan dengan sejumlah teori, aturan dan prosedur serta mudah diperoleh. Sedangkan pengetahuan tacit merupakan pengetahuan yang sulit diungkapkan, pengetahuan yang ada dari penggalian pengalaman, perenungan mendalam selama mengeluti suatu profesi atau pengalaman praktik, pengetahuan ini dapat hanya dapat diwariskan melalui dengan narasi, pengetahuan semacam itu tidak dapat ditentukan secara detail dan namun dapat di ungkapkan, disebarkan melalui narasi dan cerita pengalaman hidupnya.
Kerangka PolanyiÂ
Bagi Polanyi, pengetahuan tergantung pada pemahaman dan partisipasi orang yang mengetahui dalam pemahaman mereka. Berarti pemahaman yang diajukan Polanyi, dihasilkan dengan integrasi bagian-bagian yang berbeda menjadi kesatuan yang utuh. Artinya kelangkaan bagian akan memberikan sumbangsih pemahaman bagi keseluruhan, atau apa dapat digambarkan sebagai "gambaran yang lebih besar."
Kisah yang sering dituliskan tentang orang-orang buta di India dan gambaran tentang gajah memberikan  ilustrasi yang baik tentang teori Polanyi. Cerita tradisional tersebut saya ceritakan kembali dengan ringkasan sebagai berikut: Beberapa orang buta diberi tugas menjelaskan apa itu gajah, dengan merasakan ciri-ciri khusus dari keseluruhan gajah. Ada orang yang hanya merasakan belalainya menggambarkan gajah sebagai makhluk panjang, pipa yang fleksibel, seperti ular. Ada orang yang menyentuh kakinya dengan menggambarkan seekor gajah yang tebal dan berbentuk silinder seperti batang pohon. Ada orang yang memegang kulitnya sehingga menggambarkan gajah itu datar, kering dan mahkluk yang besar dan ada orang yang memegang ekor menggambarkan gajah berbulu dan berserabut seperti seutas tali. Tidak semua orang buta tersebut diberikan kesempatan memegang semua bagian gajah yang lain sehingga mereka dapat mengenali gajah secara keseluruhan. Namun pada akhirnya semua orang berkumpul, berbagi informasi dan memaknai bagiannya masing-masing. Mereka berupaya menggambarkan gajah dari puzzle yang terdiri dari semua aspek pengamatan orang-orang tersebut. Begitu pengetahuan menyatu menjadi keseluruhan, bagian-bagian itu dapat dianggap sebagai komponen-komponen bagian yang membangun keseluruhan gambaran sendiri.
Keberadaan utuh dari keseluruhan bentuk gajah di bangun dari bagian-bagian fisik gajah yang tersimpan dari pengalaman dari masing-masing orang buta ketika mereka memegang gajah. Pengetahuan inilah yang disebut dengan pengetahuan tacit, bukan pengetahuan  eksplisit. Begitu gajah itu dikenali, para orang-orang tersebut berkonsentrasi pada bagian-bagiannya, dan tidak kehilangan konsepnya gajah secara keseluruhan. Proses perpindahan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit dengan narasi dan bergerak mengungkapkan secara keseluruhan tanpa kehilangan bagian-bagian pengalaman orang buta tersebut.
Kerangka Polanyi dalam Pendidikan KristenÂ
Pendidikan Kristen adalah bagian yang kecil dalam membentuk keseluruhan mandat Allah. Pada tingkat implementasi banyak individu dan komunitas Kristen yang gagal memegang fokus pada penebusan karya Kristus di kayu salib karena, karena mereka terlalu fokus pada hal-hal tertentu. Cara lain untuk menjelaskan pergerakan pengetahuan tacit ke eksplisit.
Sama halnya dengan kata-kata dari sebuah kalimat, kata-kata itu masing-masing memiliki artinya tersendiri, namun ketika kata-kata itu digabungkan menjadi sebuah kalimat, terdapat makna baru yang dibuat oleh kalimat tersebut. Kata-kata tertentu memiliki arti yang lebih besar karena mereka sekarang telah dipahami di seluruh kalimat. Pengetahuan tacit berfungsi sebagai latar belakang, sebagai dasar suatu makna yang baru dikemukakan. Pengetahuan eksplisit dapat diartikulasikan sebagai pengetahuan dan diimplementasikan dalam suatu situasi. Pengetahuan tacit berfungsi di latar belakang, sebagai dasar dari mana makna baru diturunkan.
Penutup
Dalam karya Polanyi, terdapat pergeseran paradigma akan jenis pengetahuan dipahami, dan terdapat pergeseran dari Modern menuju perspektif episternologis postmodern. Sejumlah prinsip digunakan untuk membantu pembentukan beberapa cara berpikir tentang pendidikan Kristen yang dirancang untuk bergerak ke arah pendekatan postmodernisme. Penerapan teologis praktis dalam kerangka dialog antara praktik arus utama Kristen pendidikan eklesia dan praktik dari gereja yang berkembang untuk mengembangkan kerangka kerja bagi pembentukan dan pembinaan iman para murid Kristen. Â
Kita sudah melihat bagaimana pendidikan Kristen muncul dengan beberapa tradisi masa lampau. Dari apa yang telah kita lihat, tampaknya bahwa pendidikan Kristen, dalam beberapa hal, terhenti, dan tidak muncul harmoni dengan beberapa ekspresi gerakan gereja yang sedang berkembang. Dari asumsi inilah, terungkap pertanyaan bagaimana praktik-praktik gereja yang berkembang dalam membantu pendidikan Kristen dalam cara yang lebih segar dan efektif? Sejalan dengan ini pertanyaan muncul kebalikannya, bagaimana pemahaman praktik pendidikan membantu dalam perkembangan gereja yang berkembang? Â Gereja dan sekolah Kristen seiring seirama, beriringan artinya tingkat perkembangan dan pertumbuhan gereja dan sekolah Kristen memberikan indikator bagi pertumbuhan kekristenan kuantitas secara umum. Sebaliknya bila banyak sekolah Kristen yang tutup, patut dipertanyakan pertumbuhan gereja atau kekristenan secara kuantitas, termasuk juga dalam tataran kualitas. Dengan demikian gereja dan sekolah Kristen merupakan instrumen strategis bagi pelaksanaan mandat injili, terasuk pemeliharaan iman dalam semua aspek kehidupan orang beriman. Pengetahuan Tacit kekristenan merupakan pengalaman kita masing-masing ketika kita berjalan bersama Tuhan, pengalaman mewujudkan mandat Allah di tengah masyarakat dimanapun kita berada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H