OLEH: Khoeri Abdul Muid
Tokoh:
- Ponco: Lulusan SMA, penasaran dan suka bertanya.
- Silo: Sahabatnya, seorang lulusan S3 yang suka menjelaskan konsep-konsep kompleks dengan sederhana.
[Suasana: Keduanya sedang duduk di bawah pohon rindang di pinggir desa. Ponco membawa segelas teh hangat, sementara Silo memegang buku.]
Ponco: (menghirup teh) "Lo, Silo, aku pernah dengar kata-kata ini: mikro dan makrokosmos. Katanya itu ada kaitannya sama jagat kecil dan jagat besar. Tapi, terus terang, otakku belum nyambung. Jelasin dong, lo kan yang S3!"
Silo: (tersenyum) "Wah, pertanyaan bagus, Pon. Mikro dan makrokosmos itu sebenarnya konsep yang menggambarkan hubungan antara yang kecil dan yang besar di dunia ini. Mikro itu kecil, makro itu besar. Kalau dalam bahasa Jawa, mikro kosmos itu disebut jagat alit, dan makro kosmos itu jagat ageng."
Ponco: (menggaruk kepala) "Hmm, jagat alit itu berarti tubuh kita, ya? Terus, jagat ageng itu semesta? Tapi kenapa bisa dihubungin? Aku kok ngerasa kayak ilmu berat gitu."
Silo: "Enggak seberat itu, kok. Bayangin aja tubuhmu. Misalnya, di tubuhmu ada denyut jantung, aliran darah, atau gerakan kecil di sel-sel tubuhmu. Itu semua saling terhubung, kan?"
Ponco: "Iya, terus?"
Silo: "Nah, sekarang lihat semesta. Ada bintang-bintang yang beredar, planet yang mengelilingi matahari, bahkan galaksi yang berputar. Sama seperti tubuh kita, semesta ini juga saling terhubung dalam harmoni."
Ponco: (mengangguk pelan) "Oke, aku mulai ngerti. Jadi, tubuh kita ini kayak versi kecil dari semesta. Tapi, Silo, kenapa sih kita harus ngerti konsep ini? Apa cuma buat gaya-gayaan ngomong kosmos-kosmos gitu?"