OLEH: Khoeri Abdul Muid
Abstrak
Artikel ini menganalisis konsep hukum sebab akibat sebagaimana direpresentasikan oleh tokoh Saridin dalam Serat Syekh Jangkung, khususnya dalam kaitannya dengan hukum causa prima dan relevansinya dengan kehidupan manusia masa kini.
Melalui pendekatan hermeneutika terhadap teks tradisional dan kajian literatur, penelitian ini menemukan bahwa pandangan Saridin mengenai keterhubungan antara tindakan manusia, alam, dan Tuhan mencerminkan pemikiran filosofis yang relevan dengan tantangan ekologi, spiritualitas, dan etika modern.
Pendahuluan
Hukum sebab akibat telah menjadi landasan dalam berbagai tradisi filsafat dan agama, mulai dari Aristoteles dengan teori kausalitasnya hingga teologi Islam yang menekankan konsep causa prima.
Dalam tradisi Jawa, Serat Syekh Jangkung memberikan gambaran unik tentang bagaimana Saridin, sebagai tokoh sentral, menghidupkan konsep ini melalui tindakan dan ucapannya.
Artikel ini bertujuan untuk mengaitkan pandangan tradisional ini dengan kehidupan manusia masa kini yang menghadapi tantangan etika lingkungan, spiritualitas, dan sosial.
Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode hermeneutika untuk menganalisis teks Serat Syekh Jangkung.
Data dianalisis dengan pendekatan filosofis dan teologis, serta didukung oleh literatur terkait hukum kausalitas dalam tradisi Jawa dan Islam.
Hasil dan Pembahasan
- Sagunging Toya Kang Ulamnya
Ungkapan Saridin, "Sagunging toya kang ulamnya," menggambarkan keterhubungan mendalam antara alam dan kehidupan manusia.
Hal ini mencerminkan pandangan ekologi tradisional yang relevan dengan prinsip keberlanjutan modern. Sebagai contoh, konsep ini dapat diterapkan dalam pengelolaan sumber daya alam yang menekankan keseimbangan dan tanggung jawab.
- Syahadat Melalui Tindakan
Dalam Serat Syekh Jangkung, Saridin menjawab pertanyaan Sunan Kudus tentang syahadat dengan memanjat pohon kelapa dan melompat turun, menunjukkan keyakinannya kepada Tuhan.
Tindakan ini mencerminkan prinsip causa prima, di mana Tuhan adalah penyebab utama segala sesuatu. Teori ini paralel dengan pandangan Al-Ghazali yang menekankan kebergantungan manusia kepada Tuhan dalam setiap aspek kehidupan.
- Relevansi dalam Kehidupan Manusia Masa Kini
Pandangan Saridin tentang hukum sebab akibat dapat diterapkan dalam kehidupan kontemporer, khususnya dalam membangun kesadaran ekologis dan spiritual.
Misalnya, konsep "segala akibat berasal dari sebab yang dikehendaki Tuhan" dapat menjadi landasan untuk memahami bencana alam sebagai pengingat untuk menjaga harmoni dengan alam.
Kesimpulan
Analisis terhadap hukum sebab akibat versi Saridin menunjukkan bahwa nilai-nilai tradisional Jawa memiliki relevansi yang kuat dalam konteks modern.
Dengan mengintegrasikan pandangan ini ke dalam praktik kehidupan sehari-hari, manusia dapat membangun hubungan yang lebih harmonis dengan alam, sesama, dan Tuhan.
Referensi
- Al-Ghazali. (2000). Tahafut al-Falasifa. Cairo: Dar al-Ma'arif.
- Aristoteles. (1984). Metafisika. Terjemahan: Smith, J. New York: Oxford University Press.
- Serat Syekh Jangkung. (1990). Suntingan Teks dan Terjemahan. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.
- White, L. (1967). "The Historical Roots of Our Ecological Crisis." Science, 155(3767), 1203-1207.
- Sedyawati, E. (1994). Budaya Jawa: Ide dan Tantangan. Jakarta: Gramedia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H