Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR Penerbit dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelangi di Hati Guru Nadhi

15 Desember 2024   22:23 Diperbarui: 15 Desember 2024   22:23 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Hari itu, udara pagi cerah dengan sinar matahari yang berkilauan lembut menembus jendela kelas SD Fantasia. Burung-burung beterbangan dengan riang, seakan-akan turut merayakan semangat yang berhembus di sekolah sederhana itu.

Guru Nadhi, dengan senyum ramahnya yang menawan, sedang sibuk menyiapkan perlengkapan kegiatan belajar untuk anak-anak. Matanya berkilauan seperti embun pagi, mencerminkan semangat yang tak pernah padam dalam mendidik.

Beliau adalah sosok guru yang berbeda---cerdas, lembut, dan selalu berusaha memahami anak-anaknya. Bahkan anak-anak sering memanggilnya dengan sebutan "Kang Apik" karena keramahan dan ketulusan hatinya yang membuat setiap anak merasa nyaman dan aman belajar bersama.

Tetapi, pada hari itu, ada sesuatu yang berbeda. Nadhi merasakan gelisah yang tak biasa. Ada firasat yang datang tanpa sebab yang jelas.

Sepulang dari sekolah, Nadhi bertemu dengan suaminya, Hadi, yang menjemputnya dengan senyum penuh ketulusan seperti biasa. Namun, ada kerutan kecil di wajahnya yang tak bisa ia sembunyikan.

"Assalamu'alaikum, Bu Nadhi!" sapa Hadi dengan senyum, tetapi terlihat ada kegelisahan di balik matanya.

"Wa'alaikumussalam, Mas!" balas Nadhi sambil menyerahkan tasnya kepada Hadi.

Ada sesuatu dalam nada suaminya yang terasa aneh. Nadhi memilih untuk diam dan membiarkan obrolan ringan mengisi perjalanan mereka ke rumah.

Namun, ketika mereka duduk santai di ruang tamu, Hadi mendadak membuka pembicaraan yang membuat jantung Nadhi berdebar.

"Bu Nadhi, ada yang harus kita bicarakan. Ini serius," kata Hadi sambil menatap istrinya.

Nadhi mematung. "Ada apa, Mas?" tanyanya dengan nada khawatir.

Hadi menarik napas panjang sebelum berbicara, "Ada isu bahwa beberapa anggaran sekolah kita terancam dipangkas, dan ada laporan bahwa beberapa guru bisa saja diberhentikan jika sekolah tidak memenuhi target."

Jantung Nadhi berdegup lebih cepat.

"Bagaimana ini, Mas? Kita sudah berjuang keras membangun sekolah dan mendidik anak-anak... jika ini benar, bagaimana nasib mereka?" ucap Nadhi dengan nada bergetar.

Hadi memeluk istrinya dengan lembut. "Kita harus tetap berjuang, Bu. Jangan menyerah."

Namun, di balik ketenangan itu, ada ketakutan yang semakin membesar di hati Nadhi.

Hari-hari berikutnya, Nadhi dan Hadi bekerja keras membangun komunikasi dengan para guru dan pihak sekolah. Mereka bertemu dengan berbagai pihak untuk mencari solusi. Tetapi tekanan semakin bertambah ketika laporan pemangkasan anggaran benar-benar berdampak pada kesejahteraan sekolah.

Suatu malam, ketika mereka sedang berdiskusi di meja makan sambil membahas strategi, ponsel Hadi berdering.

"Ada pesan dari pihak dinas pendidikan," kata Hadi dengan nada tegang.

Nadhi memandang suaminya dengan khawatir. "Ada apa?"

Hadi membuka pesan dari grup kepala sekolah dan guru yang berisi informasi mengejutkan.

"Kita menemukan penyalahgunaan dana dari pihak sekolah. Kepala sekolah sebelumnya diduga melakukan hal yang tidak tepat. Investigasi ini bisa berdampak pada pengurangan anggaran dan pemecatan."

Nadhi terpaku membaca pesan itu.

"Ini artinya kita harus menghadapi tantangan yang lebih berat, Mas," katanya dengan suara bergetar.

Kejutan ini seperti petir di siang bolong. Nadhi dan Hadi harus memutar otak untuk menghadapi situasi ini tanpa merusak semangat para siswa. Kini, mereka berdiri di persimpangan antara ketakutan akan kehilangan pekerjaan dan tekad untuk tetap bertahan demi anak-anak yang mereka ajarkan.

Dengan semangat dan ketabahan yang ia miliki, Nadhi memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan para guru dan pihak dinas terkait. Di hadapan mereka, ia berbicara dengan semangat dan keyakinan yang memancar dari hatinya.

"Jika ini masalahnya, kita harus hadapi bersama. Anak-anak ini bergantung pada kita. Mereka berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti kita berikan selama ini," ujarnya dengan suara mantap di hadapan semua pihak.

Ucapan Nadhi membakar semangat para guru. Bersama-sama, mereka membangun tim yang solid untuk memajukan sekolah, mempertahankan anggaran, dan membuktikan bahwa mereka bisa melewati ujian ini.

Hadi, sebagai suami dan mitra yang tak tergoyahkan, selalu berada di sisi istrinya---memberi dukungan, kekuatan, dan keyakinan bahwa mereka bisa mengatasi semua ini.

Selama beberapa minggu, mereka melakukan berbagai langkah---melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, mencari solusi melalui pendekatan komunikasi, dan membangun program-program pendidikan yang berdampak. Dalam setiap pertemuan, mereka selalu dihadapkan pada ketidakpastian, namun tetap optimis.

Akhirnya, berkat ketekunan mereka, berita baik datang. Dana yang terancam dipangkas berhasil dipertahankan berkat kerja keras tim dan semangat pantang menyerah mereka.

Hari itu, ketika sinar matahari mulai memantulkan kilauan berwarna-warni di langit setelah hujan deras, Nadhi melihat pelangi indah yang menjuntai di cakrawala.

"Mas, lihat! Pelangi," ucapnya sambil menunjuk ke arah langit.

Hadi memandang istrinya dengan senyum yang tak tergoyahkan.

"Ya, Bu Nadhi. Ini adalah pelangi yang kita bangun dengan kerja keras, ketekunan, dan semangat kita," ujarnya sambil memeluk istrinya.

Nadhi tersenyum dan merasakan harapan yang membara di hatinya. Dengan segala suka dan duka, perjuangan mereka membuahkan hasil. Pelangi di langit seakan memantulkan kebahagiaan mereka---sebuah simbol harapan yang tak pernah padam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun