Silo: "Setuju atau tidak, kita perlu menilai dari sisi manfaat dan risikonya. Saya pikir, yang terpenting adalah menciptakan sistem yang efisien dan tetap menjaga akuntabilitas. Kalau Pilkada kembali ke DPRD, harus ada reformasi besar-besaran di bidang hukum dan pendidikan politik. Misalnya, memperkuat pengawasan independen, memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, dan membatasi biaya kampanye."
Ponco: "Berarti Mas Silo melihat ini sebagai peluang untuk efisiensi anggaran?"
Silo: "Tepat sekali. Presiden Prabowo mengatakan bahwa disiplin fiskal adalah prioritas. Dengan mengurangi biaya Pilkada, dana sebesar Rp 41 triliun bisa digunakan untuk pembangunan. Misalnya, tiap provinsi bisa mendapat tambahan Rp 1,08 triliun untuk membangun sekolah, rumah sakit, atau infrastruktur dasar. Selain itu, lembaga seperti KPU dan Bawaslu bisa dibuat bersifat ad hoc untuk menekan biaya operasional."
Ponco: "Tapi bukankah ini juga akan mengurangi partisipasi rakyat dalam demokrasi?"
Silo: "Benar, itu risiko besar yang harus dikelola. Jika sistem ini diterapkan, maka partisipasi masyarakat harus tetap diakomodasi melalui mekanisme pengawasan transparan dan pemberdayaan politik lokal. Kita juga bisa mengadopsi model campuran, di mana Pilkada untuk jabatan tertentu tetap langsung, sementara lainnya melalui DPRD. Dengan begitu, kita bisa mencari keseimbangan antara efisiensi dan partisipasi."
Ponco: "Wah, saya jadi banyak belajar, Mas Silo. Jadi, wacana ini bukan semata-mata langkah mundur, ya?"
Silo: "Tidak selalu. Demokrasi itu dinamis. Kita terus mencari bentuk yang paling sesuai dengan kondisi bangsa. Tantangannya adalah memastikan transisi ini tidak disalahgunakan dan tetap melibatkan rakyat secara substansial, bukan sekadar formalitas."
Ponco: "Kalau begitu, saya setuju. Tapi tetap harus ada pengawasan ketat, ya, Mas?"
Silo: "Betul, Ponco. Pengawasan adalah kunci. Karena demokrasi itu bukan hanya soal memilih, tapi memastikan yang terpilih bekerja untuk rakyat."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H