OLEH: Khoeri Abdul Muid
Di sebuah desa kecil bernama Harn, hiduplah seorang pria bijak bernama Ibrahim. Ia dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan penuh semangat dalam menjalani kehidupan. Bagi Ibrahim, harta rohani adalah segalanya---bukan hanya berupa materi, tetapi juga keyakinan, kepedulian, dan semangat berbagi yang diwarisi dari leluhur kepada generasi berikutnya.
Namun, perjalanan hidup Ibrahim dalam memahami arti harta rohani tidaklah mudah.
Ibrahim dibesarkan di lingkungan yang sederhana namun sarat dengan tradisi dan kepercayaan leluhur. Sejak kecil, ia sering bertanya kepada ayahnya tentang berbagai hal yang ia dengar dari cerita para tetua. Namun, jawaban yang ia terima selalu ambigu dan membingungkan.
Ketika Ibrahim beranjak dewasa, ia menikah dengan Sharah, seorang perempuan berdarah Smith yang memiliki semangat keagamaan yang sama seperti dirinya. Perjalanan pernikahan mereka dipenuhi dengan doa dan usaha untuk membangun kehidupan yang bermakna. Namun, kehidupan mereka diuji ketika Ibrahim merasa dirinya dipanggil untuk menjalankan tugas dakwah, menyebarkan seruan tauhid kepada kerabat dan masyarakat di sekitar mereka.
"Sharah, ini adalah tugas yang harus kita jalani. Allah memberi kita kesempatan untuk menunjukkan jalan kebenaran," kata Ibrahim suatu malam saat mereka duduk di teras rumah kecil mereka.
Sharah memandang suaminya dengan lembut, "Kita harus siap menghadapi semua ini, Ibrahim. Tapi ingat, kita harus berdakwah dengan hati, bukan paksaan."
Setelah percakapan itu, Ibrahim memulai perjalanannya. Ia mendatangi ayahnya, kerabat terdekatnya seperti Nahor dan beberapa anggota keluarganya, dengan niat tulus untuk berbagi pesan kebenaran yang ia yakini sebagai wahyu dari Allah.
Namun, apa yang ia temui sungguh mengejutkan. Penolakan dan kebingungan memadangnya bagai gelombang yang tak berujung.
"Ayah, dengarkan aku! Ini bukan tentang kepentingan, ini tentang ketulusan hati kita untuk kembali kepada Allah," ujar Ibrahim dengan penuh harapan di hadapan ayahnya.
Ayahnya hanya memandangnya dengan kemarahan yang sulit ia sembunyikan.
"Kau memalukan kami, Ibrahim! Pemikiran ini asing, dan kau telah merusak tradisi kita!" seru sang ayah dengan suara yang bergetar.
Ibrahim merasa hatinya hancur, namun ia tetap berusaha menjaga ketabahannya. Ia mengerti bahwa ia tidak bisa memaksakan kebenaran kepada mereka yang menutup hati.
Setelah pertemuan dengan ayahnya dan kerabat lainnya, Ibrahim termenung di bawah pohon besar yang sering ia dan Sharah jadikan tempat untuk merenung. Malam itu, udara sejuk berhembus lembut, dan bintang-bintang berkelip di langit yang gelap.
"Ya Allah, aku tahu ini berat. Tetapi aku juga tahu bahwa Engkaulah yang membimbingku," ucap Ibrahim dalam doanya.
Sharah duduk di sebelahnya, memegang tangan suaminya dengan lembut.
"Kita sudah berusaha sebaik mungkin, Ibrahim. Tugas kita hanya berdakwah dengan cinta dan kesabaran. Allah akan membimbing mereka yang berusaha mencari jalan-Nya," ujar Sharah sambil menatap langit malam yang tenang.
Ibrahim mengangguk perlahan. Dalam hatinya, ia memahami bahwa harta rohani tidak hanya tentang mendorong orang untuk mengikuti seruan, tetapi tentang menunjukkan ketulusan, kesabaran, dan cinta yang bisa menjadi teladan.
Hari-hari berlalu dengan penuh ketabahan. Ibrahim terus berdakwah sambil menanamkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Tak semuanya berhasil ia ajak, namun ia tahu bahwa kebenaran bukan soal berapa banyak yang mengikuti, melainkan seberapa besar niat yang ia jalani dengan tulus.
Setiap doa yang ia panjatkan, setiap senyum yang ia berikan kepada orang lain, setiap langkah yang ia tempuh adalah bagian dari harta rohani. Dan meskipun jalannya berat, Ibrahim yakin bahwa Allah akan memberi balasan yang indah pada akhirnya.
Akhirnya, melalui keyakinan, kesabaran, dan ketulusan hati, Ibrahim dan Sharah menemukan kedamaian. Mereka sadar bahwa perjuangan mereka bukan untuk memaksa, tetapi untuk memberi inspirasi, menunjukkan keteladanan, dan membiarkan mereka yang tertarik untuk menemukan jalan mereka sendiri.
Dan seperti sinar lembut bintang yang selalu hadir di malam gelap, mereka tahu bahwa keindahan dan manisnya harta rohani datang ketika kita tetap tegar meski menghadapi badai dan penolakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI