Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Warisan Harta Rohani

10 Desember 2024   15:47 Diperbarui: 10 Desember 2024   17:40 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Warisan Harta Rohani. dokpri

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di sebuah desa kecil bernama Harn, hiduplah seorang pria bijak bernama Ibrahim. Ia dikenal sebagai pribadi yang sederhana dan penuh semangat dalam menjalani kehidupan. Bagi Ibrahim, harta rohani adalah segalanya---bukan hanya berupa materi, tetapi juga keyakinan, kepedulian, dan semangat berbagi yang diwarisi dari leluhur kepada generasi berikutnya.

Namun, perjalanan hidup Ibrahim dalam memahami arti harta rohani tidaklah mudah.

Ibrahim dibesarkan di lingkungan yang sederhana namun sarat dengan tradisi dan kepercayaan leluhur. Sejak kecil, ia sering bertanya kepada ayahnya tentang berbagai hal yang ia dengar dari cerita para tetua. Namun, jawaban yang ia terima selalu ambigu dan membingungkan.

Ketika Ibrahim beranjak dewasa, ia menikah dengan Sharah, seorang perempuan berdarah Smith yang memiliki semangat keagamaan yang sama seperti dirinya. Perjalanan pernikahan mereka dipenuhi dengan doa dan usaha untuk membangun kehidupan yang bermakna. Namun, kehidupan mereka diuji ketika Ibrahim merasa dirinya dipanggil untuk menjalankan tugas dakwah, menyebarkan seruan tauhid kepada kerabat dan masyarakat di sekitar mereka.

"Sharah, ini adalah tugas yang harus kita jalani. Allah memberi kita kesempatan untuk menunjukkan jalan kebenaran," kata Ibrahim suatu malam saat mereka duduk di teras rumah kecil mereka.

Sharah memandang suaminya dengan lembut, "Kita harus siap menghadapi semua ini, Ibrahim. Tapi ingat, kita harus berdakwah dengan hati, bukan paksaan."

Setelah percakapan itu, Ibrahim memulai perjalanannya. Ia mendatangi ayahnya, kerabat terdekatnya seperti Nahor dan beberapa anggota keluarganya, dengan niat tulus untuk berbagi pesan kebenaran yang ia yakini sebagai wahyu dari Allah.

Namun, apa yang ia temui sungguh mengejutkan. Penolakan dan kebingungan memadangnya bagai gelombang yang tak berujung.

"Ayah, dengarkan aku! Ini bukan tentang kepentingan, ini tentang ketulusan hati kita untuk kembali kepada Allah," ujar Ibrahim dengan penuh harapan di hadapan ayahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun