OLEH: Khoeri Abdul Muid
Janji kenaikan gaji Rp2 juta per bulan yang disampaikan dalam konteks politik kepada guru mungkin terdengar sebagai angin segar, namun ternyata memiliki kompleksitas psikologis yang mendalam.
Bagi banyak guru, harapan akan kesejahteraan sering kali menjadi motivasi utama untuk menjalankan tugas sehari-hari yang penuh tantangan. Namun, ketika janji itu hanya berakhir sebagai "belum"atau tidak terealisasi, dampaknya bisa jauh lebih serius dibandingkan yang diperkirakan.
Dampak Positif: Harapan yang Menginspirasi
Janji tersebut sempat membangkitkan optimisme di kalangan banyak guru. Ketika seseorang memiliki harapan untuk mendapatkan imbalan yang lebih baik, semangat mereka untuk mengabdikan diri cenderung meningkat. Ini sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom), yang menyatakan bahwa motivasi muncul jika individu memiliki ekspektasi bahwa usaha mereka akan membuahkan hasil positif.
Contoh Nyata:
Seorang guru bernama Ibu S, yang sudah mengabdikan dirinya selama 20 tahun, mengungkapkan kegembiraan saat mendengar janji tersebut. Ia mengaku membayangkan bagaimana ia bisa memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya dengan tambahan penghasilan ini, seperti membeli buku, membiayai kursus, dan mempersiapkan masa depan mereka.
"Saya sempat membayangkan bisa membangun masa depan anak-anak dengan bantuan ini. Itu membuat saya semangat untuk mengajar lebih baik setiap hari," ucapnya dengan mata berbinar.
Janji ini menjadi simbol harapan yang menggairahkan semangat mereka untuk menjalankan tugas mulia mendidik anak-anak bangsa.
Dampak Negatif: Ketika Harapan Berubah Menjadi Kekecewaan
Sayangnya, janji yang sempat memantik harapan itu berakhir menjadi "belum" atau tidak terealisasi seperti yang diharapkan. Ini bisa menciptakan berbagai dampak psikologis yang serius pada para guru, antara lain:
1. Kekecewaan dan Kehilangan Harapan
Harapan yang tumbuh dengan cepat bisa runtuh seketika ketika janji tidak terealisasi. Dalam teori Equity Theory (Adams), manusia memiliki kecenderungan untuk membandingkan usaha dengan imbalan yang diterima. Ketika ketidakseimbangan ini muncul, perasaan tidak adil dan frustrasi bisa muncul.
Contoh Kasus:
Bayangkan guru-guru yang sudah bekerja "lembur", membangunkan semangat siswa setiap hari, lalu dikecewakan dengan fakta bahwa kenaikan gaji itu hanya "janji."
2. Penurunan Motivasi dan Produktivitas Kerja
Motivasi yang sempat meningkat bisa berubah menjadi apatis jika seseorang merasa ekspektasi mereka hanya sekadar janji. Ini bisa berdampak langsung pada performa guru dalam mengajar, mengelola kelas, dan merencanakan inovasi pendidikan.
3. Gangguan Kepercayaan terhadap Pemimpin dan Institusi
Janji yang tidak terealisasi merusak kepercayaan guru terhadap pemangku kebijakan. Skeptisisme terhadap janji-janji pemimpin bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya disintegrasi antara pemerintah dan sektor pendidikan.
Guru mungkin merasa bahwa mereka hanya menjadi bagian dari strategi politik, bukan sebagai profesi yang dihargai dan dihormati.
4. Stres Finansial yang Semakin Menggunung
Bagi beberapa guru yang bergantung pada janji tersebut untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, dampaknya lebih serius. Ini menambah tekanan psikologis dan bisa mempengaruhi kesejahteraan mental mereka.
Dampaknya pada Kinerja dan Lingkungan Sekolah
Penurunan Kinerja Guru:
Guru yang kecewa dan kehilangan semangat bisa mengalami penurunan dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar bukan sekadar menyampaikan materi, tetapi juga membangun hubungan positif dengan murid. Ketika emosi terganggu, hubungan ini bisa ikut terdampak.
Contoh Simulasi:
Di lingkungan sekolah, bisa saja terjadi komunikasi yang kurang efektif antara guru dan siswa. Hal ini mempengaruhi kualitas pendidikan dan suasana belajar mengajar.
Data dan Penelitian yang Diperlukan
Meskipun analisis ini sudah berbasis teori psikologi dan manajemen yang valid, masih dibutuhkan data empiris untuk menguatkan argumen ini. Penelitian lebih lanjut seperti:
- Survei Motivasi Guru:
Mengukur sejauh mana janji ini berdampak pada motivasi mereka. - Studi Kualitatif dan Wawancara:
Menggali pengalaman dan perasaan guru yang terdampak. - Data Kinerja dan Produktivitas:
Memantau perubahan dalam performa guru setelah janji ini dipenuhi atau tidak direalisasikan.
Hal ini penting untuk memahami lebih mendalam tentang hubungan antara janji politik, motivasi, dan dampak psikologis.
Rekomendasi: Menuju Pemulihan dan Dukungan Psikologis
- Penyediaan Dukungan Psikologis:
Jika dampaknya sudah dirasakan, pemerintah perlu membentuk program dukungan mental bagi guru, seperti sesi konseling dan program kesehatan mental. - Komunikasi yang Jujur dan Transparan:
Janji politik harus didasarkan pada komunikasi yang jelas dan realistis untuk membangun kepercayaan. - Kebijakan yang Berkelanjutan:
Kenaikan gaji atau dukungan kesejahteraan untuk guru harus dirancang dengan program berkelanjutan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh semua pihak tanpa mengecewakan mereka.
Kesimpulan
Janji kenaikan gaji Rp2 juta yang pernah diungkapkan kepada para guru adalah simbol harapan, tetapi ketika berakhir tanpa realisasi, ia bisa berubah menjadi kekecewaan yang mendalam. Ini bukan hanya masalah angka atau gaji, tetapi tentang kepercayaan, motivasi, dan kesejahteraan psikologis para pendidik.
Dampak ini menunjukkan pentingnya komunikasi, kejujuran, dan kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang bagi guru. Sebagai tulang punggung pendidikan, para guru seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah dan pemangku kebijakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H