Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Puputan di Margarana, Api yang Tak Padam

6 Desember 2024   19:31 Diperbarui: 6 Desember 2024   19:41 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Langit Bali memerah seperti luka yang tak kunjung sembuh. Di depan pasukan kecilnya, I Gusti Ngurah Rai berdiri tegak, tubuhnya disinari cahaya lilin yang bergetar oleh angin gunung. Malam itu, mereka berkumpul di bawah pohon besar, bersiap untuk pertempuran terakhir. Mata Ngurah Rai memandang setiap wajah prajuritnya---muda, tua, penuh luka, namun tetap berkilau oleh tekad.

"Saudara-saudaraku," katanya, suaranya berat tapi tegas. "Kita tidak berjuang untuk hidup, melainkan untuk martabat. Jika harus mati, maka biarkan kematian kita menjadi warisan bagi anak cucu kita."

Seorang pemuda, Surya, memandang Ngurah Rai dengan mata yang penuh tanya. "Tuan, apakah kita benar-benar bisa menang melawan mereka? Mereka punya senjata, tank, bahkan pesawat..."

Ngurah Rai mendekati Surya, menepuk bahunya. "Kemenangan bukan soal siapa yang punya peluru lebih banyak. Tapi siapa yang berani mengorbankan segalanya."

Surya terdiam, tenggorokannya tercekat. Ia ingat ibunya yang memohon agar ia tidak pergi berperang, tapi hatinya sudah memilih.

Malam itu mereka bersumpah, satu demi satu, di bawah pohon sakral. Suara mereka menggetarkan udara malam, seolah-olah para leluhur turut mendengar.

Keesokan harinya, langit pagi diterjang dentuman meriam. Pasukan Belanda datang dengan jumlah yang jauh lebih besar. Ratusan serdadu berseragam biru keabu-abuan maju dengan langkah pasti, sementara tank-tank mengguncang tanah.

Ngurah Rai dan pasukannya bersiap di lembah sempit, posisi yang mereka pilih untuk memecah kekuatan musuh.

"Surya, bawa pasukanmu ke sisi kiri. Ganggu tank mereka. Kita harus buat mereka bingung!" perintah Ngurah Rai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun