Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR Penerbit dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengorbanan yang Tak Terduga

6 Desember 2024   12:49 Diperbarui: 6 Desember 2024   13:58 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Apakah mungkin kita bisa mengubah takdir hanya dengan amal yang kita lakukan?

Pertanyaan itu melintas di pikiran Farhan, seorang pemuda yang telah menjalani hidup penuh gejolak. Sejak kecil, ia diajarkan bahwa setiap amal, setiap langkah, harus ditujukan untuk mencari ridha Allah. Namun, seiring berjalannya waktu, Farhan merasa bahwa hidupnya semakin tersesat.

Di sebuah pesantren yang terpencil, ia duduk di hadapan Kyai Ahmad, guru besar yang selama ini ia hormati. Hari itu, mereka sedang membahas bab ketiga dari Kitab Sulam Taufiq---tentang mengorbankan keinginan dunia demi mencapai kebahagiaan sejati. Farhan mendengarkan dengan penuh perhatian, meskipun hatinya penuh keraguan.

"Farhan," Kyai Ahmad memulai, "apakah kamu tahu apa yang paling sulit dilakukan dalam hidup ini?"

Farhan yang sudah mulai merasa lelah dengan berbagai tuntutan agama dan dunia ini, mengangkat wajahnya. "Apa, Kyai?" tanyanya, merasa tidak sabar.

"Mengorbankan keinginan diri sendiri, tanpa pamrih. Itulah yang akan membawa kita kepada kebahagiaan sejati," jawab Kyai Ahmad dengan tegas.

Farhan terdiam. Ia sudah lelah berusaha. Beramal, bekerja, belajar, semuanya hanya terasa sia-sia. Bahkan, ia merasa tidak ada yang mengerti beban yang dipikulnya.

"Jadi," Farhan berkata tajam, "apa yang harus saya lakukan, Kyai? Apakah saya harus menyerah pada semua yang saya inginkan? Meninggalkan semua yang saya impikan?"

Kyai Ahmad hanya tersenyum, namun sorot matanya dalam, penuh arti. "Bukan menyerah, Farhan. Melainkan melepaskan."

Farhan merasa ada yang mengganjal. "Melepaskan?" ia mengulang. "Tapi jika saya melepaskan semua yang saya inginkan, apa yang tersisa untuk saya?"

Kyai Ahmad tidak menjawab langsung. Ia berdiri dan menatap langit sejenak, kemudian kembali memandang Farhan. "Cobalah untuk melepaskan, dan lihat apa yang akan datang padamu."

Penuh kebingungannya, Farhan menghabiskan waktu berhari-hari di pesantren, merenung tentang kata-kata Kyai Ahmad. Namun, semakin ia berusaha melepaskan, semakin ia merasa kehilangan arah. Semua yang ia impikan---karier, cinta, kebahagiaan---tiba-tiba terasa semakin jauh.

Pada suatu malam, saat Farhan sedang duduk sendirian di tepi sungai yang mengalir deras di luar pesantren, ia bertemu dengan seorang wanita misterius. Nadia. Wajahnya cantik, namun ada sesuatu yang aneh, seolah-olah ia berasal dari dunia yang berbeda.

"Kau terlihat bingung," Nadia berkata lembut, mendekati Farhan.

Farhan menatapnya tajam, lalu membuang pandangan. "Aku sedang mencoba melepaskan semua yang aku inginkan. Tetapi aku merasa semakin terperangkap," jawabnya dengan nada putus asa.

Nadia tertawa kecil. "Lepaskan semua, Farhan, dan kau akan mendapat apa yang lebih baik."

Farhan menoleh, bingung. "Apa maksudmu? Apa yang lebih baik dari ini?"

Nadia tersenyum penuh misteri. "Kadang-kadang, yang kita anggap sebagai pengorbanan, sebenarnya adalah jalan menuju kebahagiaan sejati."

Malam itu, Farhan merasa ada sesuatu yang berubah. Suara hati dan kata-kata Nadia terus bergema. Ia memutuskan untuk melakukan apa yang Kyai Ahmad sarankan---melepaskan keinginan-keinginan duniawi.

Keesokan harinya, Farhan memutuskan untuk pergi ke pasar, menjual segala barang berharganya, dan membagikan hasilnya kepada yang membutuhkan. Ia mengabaikan segala ambisi pribadinya dan hanya mengikuti dorongan hati untuk memberi. Selama seminggu penuh, ia menjalani hidup tanpa tujuan yang jelas, hanya mengikuti aliran hidup.

Namun, setelah seminggu, ada sesuatu yang mengerikan terjadi. Farhan kembali ke pesantren, hanya untuk menemukan Nadia sudah hilang. Bahkan, Kyai Ahmad terlihat sangat berbeda. Usianya tampak lebih muda, dan wajahnya penuh kebahagiaan yang tak bisa dijelaskan.

"Farhan," kata Kyai Ahmad dengan penuh kebijaksanaan, "kamu telah melewati ujian yang sangat berat, dan itu bukanlah sebuah kebetulan. Kamu telah memilih untuk mengorbankan keinginan duniawi, dan itu adalah pilihan yang tepat. Tapi, ada hal yang lebih penting yang harus kamu ketahui."

Farhan merasa gemetar. "Apa yang lebih penting, Kyai? Apa yang harus saya lakukan?"

Kyai Ahmad menghela napas panjang. "Nadia, wanita yang kamu temui, adalah wujud dari amal dan pengorbananmu. Ia datang sebagai ujian dan sebagai pengingat, bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai ketika kamu melepaskan segala sesuatu tanpa pamrih. Nadia adalah penggambaran dari segala yang harus kamu lepaskan, dan sekarang kamu telah memahami makna sebenarnya."

Farhan tertegun. Ternyata, Nadia tidak nyata. Ia adalah simbol dari segala keinginan dan harapan yang harus ia lepaskan.

Kyai Ahmad melanjutkan, "Semua yang kamu lihat, Farhan, adalah perwujudan dari hatimu yang sedang berperang dengan keinginan dunia. Ketika kamu melepaskan semua itu, kamu akan melihat dunia dengan cara yang berbeda."

Farhan terdiam, mulutnya terasa kering. Ia merasa seolah-olah dunia ini tidak nyata, dan ia hanya menjalani sebuah ujian panjang tanpa sadar. Namun, kini ia menyadari---Nadia, pengorbanan, dan melepaskan keinginan dunia, semuanya adalah bagian dari perjalanan menuju kebahagiaan yang sejati.

Dengan mata yang terbuka lebar, Farhan akhirnya mengerti---pengorbanannya bukan untuk mendapatkan sesuatu, melainkan untuk menemukan kebahagiaan yang selama ini ia cari tanpa ia sadari. Kebahagiaan sejati datang bukan dengan mendapatkan apa yang kita inginkan, tetapi dengan menerima apa yang sudah ada.

Dan, di balik itu semua, ada sebuah kenyataan yang mengejutkan: Farhan, yang selama ini merasa terjebak, kini bebas dari beban keinginannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun