"Lo masih inget nggak waktu dulu? Waktu kita dulu selalu ngobrol tentang impian-impian yang nggak kesampaian?" Fikri kembali memecah keheningan. "Jangan bilang lo lupa itu semua."
Aku menunduk. Ternyata, itu yang dia maksud. Persahabatan kami yang dulu begitu dekat, kini terpisah oleh jalan hidup. Aku sibuk dengan pekerjaan, dia dengan karirnya yang mulai menanjak. Kami terjebak dalam rutinitas, tanpa sadar bahwa waktu menggerogoti kami.
"Tapi nggak apa-apa, kan? Kita di sini, sekarang. Momen ini yang penting," kataku, mencoba menenangkan diri sendiri.
Fikri tersenyum tipis. "Iya, Gie. Ini yang terpenting. Momen ini. Dan gue tahu lo nggak pernah lupa itu. Cuma kadang kita butuh kejutan untuk ingat lagi apa yang sebenarnya penting."
Aku menatapnya. Ada sesuatu dalam tatapannya yang mempesona. Ternyata, bukan hanya makanan yang bisa membuat kita merasa kembali hidup, tapi juga momen kecil seperti ini. Sesuatu yang mengingatkan kami akan nilai persahabatan sejati, yang tak lekang oleh waktu.
Malam semakin larut, hujan semakin deras. Di luar, dunia terus berputar, namun kami tetap di sini, dalam percakapan sederhana yang mengingatkan kami tentang arti sejati dari persahabatan dan waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H