Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Basuo Terakhir di Omah Western

1 Desember 2024   14:45 Diperbarui: 1 Desember 2024   14:58 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gaes, aku sudah lama pengen ketemu kalian. Tapi aku nggak tahu kapan sempat. Kalau kalian jadi kumpul, coba mampir Omah Western. Aku nitip kejutan kecil buat kalian di sana. Nikmati ya. Kangen banget sama kalian. -- Mbak Lilis"

Tubuhku terasa kaku. Di balik kebahagiaan yang seharusnya kami rasakan, terselip rasa sakit yang mendalam. Arman menunduk, matanya memerah, berusaha tersenyum walau air mata sudah membasahi pipinya. "Jadi, dia yang nyaranin kita ke sini?" tanyanya lirih.

Seperti menjawab pertanyaan itu, seorang pelayan datang membawa sepiring kue kecil dengan lilin di atasnya. "Ini titipan dari pelanggan kami beberapa hari lalu," katanya sambil tersenyum simpul. "Katanya untuk teman-temannya yang makan di sini hari ini."

Kue itu tampak sederhana, namun lilinnya yang menyala pelan menyiratkan sesuatu yang jauh lebih dalam. Dina terdiam sejenak, menatap kue itu seperti sedang mencari jawaban. "Kue ini... dari Mbak Lilis, ya?" katanya, suaranya bergetar. "Dia tahu kita bakal datang."

Tak ada lagi kata yang keluar dari mulut kami. Hujan semakin deras, memercikkan air ke jendela, mengisi ruang yang kini terasa hampa. Dalam keheningan itu, kenangan tentang Mbak Lilis menyeruak begitu saja. Teringat ketika kami semua masih sering berkumpul, tertawa hingga lupa waktu, Mbak Lilis selalu menjadi pengikat kami. Tanpa dia, rasanya ada yang hilang.

Aku teringat kata-kata Mbak Lilis yang sering mengingatkan kami: "Jangan sampai kalian menyesal nggak pernah berkata sampai jumpa, atau tidak pernah punya waktu untuk kenangan bersama."

Aku mengangkat gelas teh yang sudah hampir dingin, mencoba menenangkan diri. "Mbak Lilis... dia sudah meninggalkan kenangan yang sangat berarti untuk kita semua," bisikku, lebih kepada diriku sendiri daripada orang lain.

Mata kami semua tertuju pada lilin kecil di atas kue yang mulai hampir padam. Seolah menjadi simbol perpisahan yang tak terucapkan. Rasa kehilangan itu tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hujan di luar masih jatuh deras, tapi di dalam, kami merasa sepi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun