Candra dan Tirta terperangah. "Lalu, apa gunanya ujian itu, Guru?" tanya Tirta.
Ki Sancaka tertawa kecil. "Karena ujian itu bukan tentang peti atau batu. Ujian itu tentang kalian sendiri. Candra, kau terlalu malas untuk berusaha. Tirta, kau terlalu kikir untuk berbagi apa yang kau dapatkan."
"Lalu, apa arti peti itu?" tanya Candra ragu.
Ki Sancaka menatap mereka lama sebelum menjawab. "Peti itu hanyalah cermin. Batu-batu biasa itu menjadi tidak berguna di tangan Tirta, karena ia hanya menyimpannya. Dan kau, Candra, bahkan tidak tahu bentuknya karena kau tidak peduli untuk mencarinya."
Di akhir hari, Ki Sancaka memberikan permata itu kepada seorang murid lain, Bayu, yang tidak pernah ikut dalam perdebatan atau perburuan.
"Kenapa dia, Guru?" protes Tirta.
"Karena Bayu tahu bagaimana mencari dan memakai," jawab Ki Sancaka tegas.
Candra dan Tirta saling menatap, mata mereka penuh penyesalan. Tapi Ki Sancaka tidak memberi mereka waktu lagi. "Hidup tidak hanya tentang memiliki atau menikmati. Hidup adalah tentang memberi manfaat. Kalian memilih jalan kalian sendiri, dan ini adalah hasilnya."
Di luar, angin dingin bertiup. Dalam hati mereka, kebenaran Ki Sancaka terasa seperti pedang yang menghunus, mematahkan ego masing-masing. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H