Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senyuman yang Menghancurkan

27 November 2024   15:08 Diperbarui: 27 November 2024   15:10 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi senyuman yang menghancurkan. dokpri

Angga mendekat, senyumnya dingin. "Semua orang punya harga, Dini. Termasuk kamu. Hanya saja, kamu lebih murah daripada yang aku kira."

Dini merasa dunia seakan runtuh. Semua impiannya untuk membuat orang lain bahagia kini hancur dalam sekejap. "Urip mupangati kanggo sapadha-padha," bisiknya pelan, menyesali segala yang telah terjadi. Dalam sekejap, ia merasa bahwa senyum yang selama ini ia berikan justru telah menghancurkan segalanya.

Dengan langkah lelah dan hati penuh penyesalan, Dini kembali ke rumah. Namun, saat ia tiba, ia mendapati ibunya terbaring lemah di tempat tidur, dengan napas yang semakin berat. Di sampingnya, ayahnya tampak menunduk, matanya berkaca-kaca. "Ibu..." hanya itu yang bisa Dini ucapkan.

Namun, saat ia menggenggam tangan ibunya, mendalam sekali, ibunya membuka mata dengan lemah dan berkata dengan suara pelan, "Dini... Kamu sudah melakukan yang terbaik... Tak perlu jadi orang lain untuk merasa berguna. Hidupmu sudah berarti... Senyum yang kamu beri... adalah yang terindah..."

Dini menatap wajah ibunya yang penuh kasih. Tiba-tiba, segala penyesalan dan rasa sakit itu hilang. Ia menyadari bahwa selama ini, yang ia cari bukanlah uang atau pengakuan. Yang terpenting adalah ketulusan hati.

Senyuman terakhir ibunya membuat Dini mengerti. Bahwa untuk membuat hidupnya berharga, ia hanya perlu menjadi dirinya sendiri, tidak terjebak dalam keserakahan dan tipu daya. "Aku akan berubah," bisik Dini pelan, dengan hati yang kembali penuh harapan.

Dan pada akhirnya, hidupnya kembali berarti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun