Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Demokrasi di Ujung Pagi

27 November 2024   01:15 Diperbarui: 27 November 2024   02:06 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu pemilu berjalan dengan ketegangan. Hasil perhitungan suara diumumkan dengan kemenangan yang cukup adil. Namun, di balik itu ada kenyataan pahit yang harus diterima. Sebagian besar pemilih masih dipengaruhi oleh iming-iming uang dan kekuasaan. Bahkan, setelah pemilu berakhir, beberapa kelompok mulai mengatur permainan politik mereka sendiri di balik layar.

Pak Budi dan Andi kembali berjalan pulang menuju rumah mereka. Namun, perasaan Andi tidak sama lagi. Ada kekhawatiran yang menyelubungi pikirannya. "Apakah ini yang akan kita hadapi di masa depan, Pak? Apakah kita akan selalu terjebak dalam permainan politik ini?"

Pak Budi berhenti sejenak, menatap matahari yang mulai terbit, memberikan cahaya baru untuk dunia. "Begitulah kenyataannya, Nak. Tapi, bukan berarti kita menyerah. Setiap pemilu adalah kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Kita harus terus berjuang agar demokrasi ini tidak hilang. Jangan sampai kita membiarkan kepentingan pribadi merusak cita-cita bangsa."

Andi merasa terpanggil. Ia tahu bahwa perjuangan untuk demokrasi tidak akan mudah. Tetapi, dengan tekad dan kerja keras, mereka bisa melawan ketidakadilan yang ada. Ia melihat Pak Budi sebagai sosok yang teguh, yang tidak hanya memberikan hak pilihnya, tetapi juga melibatkan diri dalam mempertahankan integritas demokrasi.

Saat mereka tiba di rumah, Andi menatap langit yang mulai cerah. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah menyerah pada prinsipnya, meskipun tantangan besar menghadang. Demokrasi yang sesungguhnya, kata Pak Budi, akan selalu membutuhkan orang-orang yang berani berdiri tegak melawan arus, berani berkata tidak pada kepentingan yang merusak, dan berani memilih pemimpin yang benar-benar untuk rakyat.

"Ini baru permulaan, Nak," kata Pak Budi, tersenyum pada Andi. "Demokrasi itu milik kita. Dan kita harus menjaga agar tetap bersih dan murni."

Andi mengangguk dengan tekad yang baru. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa perjalanan untuk mencapai demokrasi sejati akan panjang. Namun, jika semua orang memiliki keberanian dan keyakinan, bangsa ini akan berhasil menjaga kemerdekaannya, dan suara rakyat akan selalu menjadi yang paling utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun