Ponco: Tentu, Mas! Aku jadi penasaran, apa sih maksudnya?
Silo: Dalam hadis Rasulullah SAW, cicak memang disebutkan sebagai hewan yang berusaha meniupkan api untuk memperbesar kobaran api yang membakar Nabi Ibrahim. Karena itu, Nabi menganjurkan umatnya untuk membunuh cicak.
Ponco: Tapi, Mas, cicak kecil gitu mana mungkin meniup api besar?
Silo: Nah, itu poin pentingnya. Ini bukan soal kemampuan fisik cicak, tapi simbolisme dari perbuatan cicak. Cicak di sini melambangkan upaya kecil yang bisa merugikan atau memperbesar keburukan. Makanya, hikmah dari kisah ini adalah kita diajarkan untuk menjauhi hal-hal yang berpotensi membawa kerugian, sekecil apa pun itu.
Ponco: [mengangguk] Jadi bukan soal cicaknya benar-benar meniup api, ya?
Silo: Tepat. Dan menariknya lagi, Sayyidah Aisyah r.a., istri Nabi, selalu menyediakan galah untuk memukul cicak. Bahkan, dalam pemahamannya, tokek juga dianggap bagian dari keluarga cicak.
Ponco: Oh, jadi tokek juga dianggap serupa? Aku baru tahu. Tapi apa ini artinya kita harus selalu memukul cicak?
Silo: Fokusnya bukan pada perintah memukul cicak semata, tapi pada nilai yang diajarkan Nabi SAW: membasmi keburukan sekecil apa pun. Kalau cicak di rumah tidak membahayakan, ya tidak perlu kita berlebihan.
Ponco: Hmm, masuk akal sih. Tapi aku masih heran, kenapa kisah seperti ini sering terdengar tidak logis, ya?
Silo: Pertanyaan bagus, Ponco. Inilah ujian iman. Kadang, akal kita merasa sulit menerima sesuatu yang berasal dari wahyu. Tapi, kita diajarkan untuk percaya bahwa hikmah Allah melampaui logika manusia.
Ponco: Jadi maksudnya, iman itu lebih tinggi dari logika?