Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah_Sor_Pring]. REDAKTUR penerbit buku ber-ISBN dan mitra jurnal ilmiah terakreditasi SINTA: Media Didaktik Indonesia [MDI]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Jejak Ibrahim dan Warisan Spiritualnya (3)

26 November 2024   12:32 Diperbarui: 26 November 2024   12:50 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Soal nasib. Meski bagai langit- bumi. Ponco dan Silo merupakan teman berkelindan. Teman sinorowedi. Teman securahan hati.

Berlatarbelakang yang lain. Pendidikan Ponco mandeg sampai jenjang SMA. Sementara Silo berkesempatan mengenyam ilmu di IKIP Yogyakarta hingga S-3.

Beruntung mereka bekerja dalam lingkungan yang sama. Silo meskipun masih muda sudah dipercaya menjadi asisten Bupati. Sementara Ponco, pasukan Satpol PP. Sehingga hampir saban hari pasca-bekerja. Ponco dan Silo mengistiqomahkan kebiasaan lama. Kongko-kongko. Ngopi-ngopi. Tapi no smoking.

Sebenarnya, saat di SD, rangking Ponco lebih baik dari Silo. Sehingga meski senjang taraf pendidikannya, tapi Ponco mampu mengimbangi Silo saat bergulat pikir dalam 'guyon maton' mereka.

Asiknya, dua-duanya hoby membaca buku-buku tebal dan menulis di blog "Nitizen_Bersatu".

Ya. Mereka sering berdiskusi soal apa saja. Se-mood mereka.

Hari ini mereka melanjutkan bertanya-jawab soal jejak Ibrahim dan warisan spiritualnya.

Ponco:
Pernah dengar cerita tentang Ibrahim kecil yang bertanya kepada ibunya soal siapa yang harus disembah?

Silo:
Oh, iya! Itu cerita yang cukup menarik. Ibrahim kecil sangat cerdas, kan? Dia bertanya kepada ibunya, "Siapa yang harus aku sembah?" Ibunya tentu terkejut mendengarnya. Pertanyaan seperti itu bukan hal biasa di masyarakat waktu itu.

Ponco:
Betul! Ibunya lalu menjawab, "Akulah yang harus kau sembah." Tapi Ibrahim masih bertanya, "Siapa yang harus ibu sembah?" Dan ibunya pun menjawab, "Ayahmu." Ibrahim tidak berhenti bertanya. "Siapa yang harus ayah sembah?" Sang ibu menjawab, "Sang raja." Dan Ibrahim kembali bertanya, "Lalu, siapa yang harus sang raja sembah?" Sang ibu menjawab, "Sang raja dan kita juga menyembah dewa-dewa."

Silo:
Ibrahim yang kecil sudah mulai mempertanyakan apa yang diajarkan kepadanya. Pada masa itu, masyarakat Babilonia memuja banyak dewa---dewa yang mereka percaya mengatur kehidupan mereka, seperti dewa langit Il Enlil, dewa yang lebih besar lagi, Il Marduk, dan Il Tiamat, yang berhubungan dengan kekuatan alam. Ibrahim jelas merasa tidak puas dengan penjelasan ibunya.

Ponco:
Kenapa ya Ibrahim bisa bertanya begitu? Apa yang membuat dia berpikir seperti itu?

Silo:
Bergantung pada latar belakang sejarah, Ibrahim mulai mempertanyakan kepercayaan politeistik yang berkembang di Babilonia. Waktu itu, masyarakat dipengaruhi oleh kepercayaan bahwa dewa-dewa mengatur segala aspek hidup mereka. Ini bisa jadi berakar dari pandangan Ibrahim yang lebih mendalam tentang Tuhan yang lebih tinggi, berbeda dengan ajaran yang berkembang di sekitarnya.

Ponco:
Ah, itu menarik! Tapi, ada juga cerita lain yang berhubungan dengan peristiwa ini. Jadi, setelah Namrud muda naik tahta, dia terlibat dalam sebuah skandal. Kata orang, dia bahkan terlibat dengan ibunya sendiri! Itu jadi perbincangan publik di kedai-kedai minum, kan?

Silo:
Benar, itu bagian dari kisah Namrud yang lebih gelap. Untuk menutupi aib tersebut, Namrud mulai membangun dirinya sebagai sosok yang dianggap lebih besar---sebagai "anak dewa langit." Dia bahkan memperkenalkan dirinya sebagai sosok yang ditakdirkan untuk memimpin. Namrud mendeklarasikan bahwa ucapannya adalah hukum dan ia bisa mengendalikan segalanya.

Ponco:
Iya, dan bahkan ada cerita tentang Namrud yang bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat bahwa akan ada seorang bayi laki-laki yang lahir pada tanggal tertentu, yang diramalkan akan menandakan akhir kekuasaannya. Nah, karena Ibrahim lahir pada tanggal yang sama, Namrud pun memerintahkan agar setiap bayi laki-laki yang lahir pada hari itu dibunuh.

Silo:
Itu benar-benar tindakan yang mengerikan. Orang tua Ibrahim, tentu saja, sangat khawatir dan berusaha menyelamatkan Ibrahim. Mereka akhirnya menyembunyikan Ibrahim yang masih bayi, dan membawanya ke sebuah gua di luar kota. Meski Ibrahim masih bayi, ini adalah langkah penting dalam perjalanan hidupnya. Mereka tidak tinggal di gua itu, tapi itu adalah tempat persembunyian yang aman untuk sementara waktu.

Ponco:
Sungguh luar biasa, ya. Ibrahim yang masih kecil sudah mempertanyakan apa yang harus disembah, dan orang tuanya malah harus menghadapi ancaman besar seperti itu. Bisa dibayangkan betapa kuatnya keyakinan Ibrahim terhadap Tuhan, yang bahkan sejak muda sudah berani berbeda dengan mayoritas masyarakat saat itu.

BERSAMBUNG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun