OLEH: Khoeri Abdul Muid
Soal nasib. Meski bagai langit- bumi. Ponco dan Silo merupakan teman berkelindan. Teman sinorowedi. Teman securahan hati.
Berlatarbelakang yang lain. Pendidikan Ponco mandeg sampai jenjang SMA. Sementara Silo berkesempatan mengenyam ilmu di IKIP Yogyakarta hingga S-3.
Beruntung mereka bekerja dalam lingkungan yang sama. Silo meskipun masih muda sudah dipercaya menjadi asisten Bupati. Sementara Ponco, pasukan Satpol PP. Sehingga hampir saban hari pasca-bekerja. Ponco dan Silo mengistiqomahkan kebiasaan lama. Kongko-kongko. Ngopi-ngopi. Tapi no smoking.
Sebenarnya, saat di SD, rangking Ponco lebih baik dari Silo. Sehingga meski senjang taraf pendidikannya, tapi Ponco mampu mengimbangi Silo saat bergulat pikir dalam 'guyon maton' mereka.
Asiknya, dua-duanya hoby membaca buku-buku tebal dan menulis di blog "Nitizen_Bersatu".
Ya. Mereka sering berdiskusi soal apa saja. Se-mood mereka. Hari ini mereka melanjutkan perbincangannya soal Jejak Ibrahim dan Warisan Spiritualnya, bagian dua.
Ponco: Mas Silo, kenapa ya Ibrahim dan keluarganya pindah dari Irak tengah?
Silo: Nah, kalau kita baca Syefer Beresyit, alasan pastinya enggak dijelasin. Tapi kalau lihat dari Torah Lisan, kemungkinan besar itu gara-gara hukuman yang dijatuhkan Namrudz ke Ibrahim: hukuman dibakar hidup-hidup.
Ponco: Dibakar hidup-hidup? Serius? Kok sampai segitu ekstremnya?
Silo: Begini, ceritanya. Waktu itu Namrudz, raja Babilonia, lagi pergi berburu. Nah, di saat dia pergi, Ibrahim masuk ke kuil besar di kota Ur. Di kuil itu ada banyak patung dewa dan dewi yang disembah masyarakat Babilonia. Ada tiga dewa utama di sana: Il Enlil, dewa udara; Il Tiamat, dewi kekacauan; dan Il Marduk, yang dianggap paling kuat.
Ponco: Oh, jadi kuil itu pusat ibadah mereka?
Silo: Betul. Tapi Ibrahim, dengan keyakinannya yang hanif, enggak setuju sama penyembahan patung. Jadi dia menghancurkan semua patung di kuil itu, kecuali patung Il Marduk. Palunya dia taruh di samping patung Il Marduk, biar orang-orang mengira patung itu yang menghancurkan lainnya.
Ponco: Wah, cerdik banget. Tapi orang-orang pasti tahu itu ulah Ibrahim, kan?
Silo: Tahu, karena Ibrahim memang terkenal berbeda. Apalagi, dia sering mengkritik kepercayaan masyarakat, bahkan waktu disuruh bantu ayahnya, Azar, yang seorang pematung.
Ponco: Azar bikin patung-patung dewa itu?
Silo: Iya, dan dia sering menyuruh Ibrahim menjual patung-patungnya. Tapi Ibrahim malah bilang ke pembeli, "Jangan kau sembah benda ini. Ini hanya buatan tangan manusia, bukan Tuhan."
Ponco: Wah, itu kan jelas bertentangan sama bisnis ayahnya. Konflik banget, ya?
Silo: Benar. Tapi Ibrahim tetap teguh dengan keyakinannya. Puncaknya, setelah aksi di kuil itu, Ibrahim dilaporkan ke Namrudz.
Ponco: Dan Namrudz langsung menjatuhkan hukuman bakar?
Silo: Tepat. Tapi ketika Ibrahim dimasukkan ke kobaran api, keajaiban terjadi. Ibrahim selamat tanpa luka sedikit pun. Ini yang bikin masyarakat bingung, bahkan sebagian mulai mempertanyakan kepercayaan mereka.
Ponco: Lalu apa yang terjadi setelah itu?
Silo: Ibrahim dan keluarganya jadi sorotan, terutama Azar. Untuk menghindari konflik yang lebih besar, mereka akhirnya memutuskan pindah ke Haran, wilayah yang sekarang berada di Turki selatan.
Ponco: Haran? Apa itu tempat yang penting dalam hidup Ibrahim?
Silo: Sangat penting. Di Haran, Ibrahim melanjutkan perjuangannya menyebarkan pesan keimanan. Tapi kisahnya di sana akan kita bahas lain kali, Ponco.
Ponco: Wah, aku makin penasaran sama kelanjutannya, Mas!
BERSAMBUNG.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H