Pak Darma pulang dengan hati berat. Namun, ia tidak menyerah. Setiap hari, ia berusaha memperbaiki hubungan yang rusak. Ia membuka ladang kecil di belakang rumah dan mulai berbagi hasil panennya kepada tetangga yang membutuhkan.
Lama-kelamaan, sikap tetangga mulai melunak. Anak-anaknya mulai menerima telepon darinya, meski masih jarang. Namun, satu hal yang terus menghantui adalah rasa bersalah kepada istrinya yang telah meninggal.
Suatu malam, ia bermimpi kembali. Ia melihat perempuan yang sama berdiri di depannya, kali ini tidak pucat, melainkan bercahaya.
"Kau telah menanam benih baru," katanya.
Pak Darma menangis tersedu-sedu. "Tapi aku tidak bisa memperbaiki semuanya. Aku tidak sempat meminta maaf kepada istriku."
Perempuan itu tersenyum. Ia mengangkat tangan, dan di hadapan Pak Darma muncul bayangan istrinya yang tersenyum lembut.
"Ia telah memaafkanmu, bahkan sebelum kau menyadarinya."
Pak Darma terbangun dengan air mata mengalir. Untuk pertama kalinya, ia merasa dadanya ringan. Beban yang selama ini menghimpitnya perlahan menghilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H