Oleh: Khoeri Abdul Muid
Indonesia adalah negeri yang kaya akan tradisi dan budaya, mencerminkan nilai luhur kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana tertuang dalam sila kedua Pancasila.
Sejak masa lalu, kearifan lokal bangsa ini telah menjadi dasar moral yang menghormati hak asasi manusia, menegakkan keadilan sosial, dan menjaga persatuan tanpa membedakan suku, agama, atau ras.
Berikut adalah bukti-bukti dari sejarah dan tradisi Nusantara yang mendukung nilai moral ini.
1. Prasasti Telaga Batu: Perlindungan Hak dan Keadilan
Prasasti Telaga Batu dari Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7) menggambarkan pentingnya keadilan dan perlindungan bagi setiap individu.
Prasasti ini menyebutkan ancaman kutukan bagi siapa saja yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menindas rakyat kecil. Ini menunjukkan bahwa pada masa itu, pemimpin bertanggung jawab untuk menjunjung tinggi hak-hak rakyat tanpa diskriminasi.
Kutipan:
"...jika ada yang merampas hak orang lain atau menindas, maka ia akan terkena kutukan ilahi."
Nilai ini sejalan dengan sila kedua Pancasila, di mana setiap manusia memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan dihormati martabatnya.
2. Kakawin Nagarakretagama: Harmoni Antar Suku dan Agama
Dalam Kakawin Nagarakretagama, pujangga Majapahit, Mpu Prapanca, menggambarkan bagaimana raja Hayam Wuruk memimpin dengan adil dan bijaksana.
Kerajaan Majapahit mempraktikkan harmoni di antara beragam etnis dan agama, termasuk Hindu, Buddha, dan kepercayaan lokal. Toleransi ini memungkinkan semua kelompok hidup berdampingan dengan damai.
Kutipan:
"Segala rakyat, dari segala agama, tunduk pada aturan yang adil dan membawa kebahagiaan."
Tradisi ini memperkuat nilai bahwa tidak ada satu pun kelompok berhak menindas atau mengabaikan hak kelompok lain.
3. Huma Betang: Simbol Persatuan dan Kesetaraan
Di Kalimantan, masyarakat Dayak memiliki tradisi Huma Betang, rumah panjang yang dihuni oleh berbagai keluarga dari suku dan keyakinan yang berbeda.
Prinsip hidup bersama ini menekankan pentingnya toleransi, musyawarah, dan saling menghormati demi menjaga keharmonisan.
Huma Betang menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat tradisional menjunjung keadilan sosial dan persatuan, sesuai dengan sila kedua Pancasila.
4. Mapalus: Gotong Royong dan Keadilan di Minahasa
Di Minahasa, Sulawesi Utara, terdapat tradisi Mapalus, sebuah sistem kerja sama masyarakat dalam mengelola hasil bumi.
Prinsip ini tidak hanya mengedepankan gotong royong, tetapi juga membagi hasil secara adil, memastikan tidak ada yang merasa dirugikan.
Tradisi ini mencerminkan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat, di mana kesetaraan dijunjung tinggi.
5. Hikayat Raja Pasai: Menghormati Hak Asasi Manusia
Dalam Hikayat Raja Pasai, raja di Samudera Pasai digambarkan sebagai pemimpin yang adil dan beradab, menghormati hak-hak rakyatnya tanpa memandang status sosial.
Tradisi ini menegaskan pentingnya menghargai martabat setiap individu, sebuah nilai yang relevan hingga saat ini.
Kutipan:
"Raja memerintah bukan untuk dirinya, melainkan untuk kemakmuran rakyat yang dicintainya."
Penutup: Warisan yang Harus Dijaga
Tradisi dan kearifan lokal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab telah lama berakar dalam budaya bangsa kita.
Jika leluhur kita mampu menjunjung keadilan dan kemanusiaan di tengah keberagaman, maka menjadi tugas kita untuk melanjutkan warisan ini dalam kehidupan sehari-hari.
"Mari kita bangun Indonesia dengan semangat persatuan, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia, sebagaimana telah diwariskan oleh para leluhur kita."
Dengan menjaga nilai-nilai ini, kita tidak hanya menghormati sejarah tetapi juga membangun masa depan yang lebih baik untuk semua rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H