OLEH: Khoeri Abdul Muid
Pemerintah kembali menyiapkan gebrakan di dunia pendidikan dengan mengganti kurikulum di tingkat sekolah dasar dan menengah. Kali ini, konsep "deep learning" diusung sebagai kurikulum baru yang diharapkan mampu mendorong pemahaman mendalam pada siswa. Di balik pergantian ini, ada banyak tanya: apa sebenarnya makna "deep learning," dan bagaimana perubahan ini akan memengaruhi dunia pendidikan?
Konsep Deep Learning dalam Pendidikan
Deep learning dalam konteks pendidikan merujuk pada metode pembelajaran yang menekankan pemahaman mendalam dan aplikasi kritis atas pengetahuan. Menurut teori Constructivism oleh Jean Piaget, siswa didorong untuk membangun pemahaman mereka melalui pengalaman dan interaksi, bukan sekadar menghafal fakta. Pembelajaran berbasis pemahaman ini diyakini mampu menciptakan siswa yang lebih kreatif, kritis, dan mampu memecahkan masalah nyata.
Studi yang dilakukan oleh Hattie & Donoghue (2016) menunjukkan bahwa pendekatan deep learning menghasilkan hasil akademis yang lebih baik dibandingkan surface learning, yang lebih berfokus pada hafalan. Melalui pendekatan ini, siswa diharapkan mampu menghadapi situasi kompleks yang membutuhkan pemikiran analitis dan kreatif.
Pengurangan Materi dan Penambahan Mata Pelajaran Pilihan
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa rancangan kurikulum baru ini membuka peluang untuk pengurangan jam mengajar bagi para guru. Meski demikian, peran guru dalam mendidik siswa tetap dijaga. "Pembelajaran dengan pendekatan deep learning ini bisa jadi mengurangi jumlah materi, tetapi tidak pada jumlah mata pelajaran," ujarnya di Kulon Progo, Yogyakarta.
Pengurangan bobot materi inti memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi mata pelajaran pilihan seperti coding dan kecerdasan buatan (AI). Ini sejalan dengan Self-Determination Theory oleh Deci & Ryan, yang menyatakan bahwa memberikan siswa lebih banyak pilihan dapat meningkatkan motivasi mereka dalam belajar. Data dari UNESCO mendukung langkah ini, menunjukkan bahwa pada 2030, sekitar 85% pekerjaan akan membutuhkan keterampilan digital, termasuk coding dan AI.
Peran Guru dalam Implementasi Deep Learning
Meskipun jam mengajar dikurangi, peran guru dalam proses deep learning justru semakin penting. Guru kini berperan sebagai fasilitator yang membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Teori Scaffolding dari Vygotsky mendukung pendekatan ini, di mana guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa dan kemudian melepasnya secara bertahap agar siswa mampu belajar mandiri.
Studi dari OECD (2018) menekankan bahwa pendekatan ini memerlukan pelatihan bagi guru agar mampu menerapkan strategi pengajaran yang lebih adaptif. Data juga menunjukkan bahwa guru yang terlatih dalam penerapan deep learning meningkatkan engagement siswa hingga 30%, menciptakan pembelajaran yang lebih efektif.
Tantangan Implementasi dan Kesiapan Sekolah
Walaupun kurikulum berbasis deep learning menjanjikan, tantangan terkait kesiapan sekolah, fasilitas, dan kompetensi tenaga pengajar tetap menjadi perhatian. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa tidak semua sekolah di Indonesia memiliki infrastruktur memadai, khususnya di daerah terpencil. Hal ini dapat memperlambat adaptasi kurikulum baru dan menciptakan kesenjangan dalam penerapannya.
Selain itu, perbedaan kesiapan di antara sekolah mengharuskan adanya fleksibilitas dalam kebijakan. Beberapa sekolah di perkotaan mungkin siap dengan pelajaran coding dan AI, sementara sekolah di daerah perlu menyesuaikan pendekatan deep learning dengan konteks dan sumber daya lokal.
Dukungan Digitalisasi untuk Menyongsong Era Deep Learning
Di era digitalisasi, keterampilan seperti coding dan AI menjadi bagian penting dalam kurikulum baru. Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya digitalisasi sebagai fondasi pendidikan modern. Data dari World Economic Forum (2020) menunjukkan bahwa siswa yang dikenalkan dengan keterampilan digital sejak dini lebih mampu beradaptasi dengan perubahan teknologi di dunia kerja.
Penelitian dari Microsoft dan IDC Asia Pasifik (2022) juga menunjukkan bahwa negara dengan sistem pendidikan yang lebih terintegrasi secara digital memiliki ketahanan lebih tinggi dalam menghadapi tantangan pendidikan, seperti pandemi atau perubahan kebutuhan industri. Integrasi teknologi tidak hanya meningkatkan kompetensi digital siswa, tetapi juga mempersiapkan mereka menjadi generasi inovatif di masa depan.
Penutup
Dengan landasan teori dan data empiris, kurikulum baru berbasis deep learning di Indonesia memiliki potensi untuk menciptakan siswa yang lebih mandiri, kreatif, dan siap menghadapi era digital. Namun, keberhasilan implementasi kurikulum ini memerlukan persiapan matang, dukungan kebijakan, dan pelatihan tenaga pengajar untuk memastikan seluruh siswa, tanpa terkecuali, dapat merasakan manfaat dari perubahan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H