OLEH: Khoeri Abdul Muid
"Kenapa aku masih memeluk kenangan dari layar kecil ini?"
Pertanyaan itu terus berulang dalam benakku, semakin mengusik tiap kali kugulirkan jari di ponsel yang sudah mulai usang ini. Gambar-gambar, komentar, dan notifikasi yang dulu kuburu seakan hidup kembali. Aku tertawa miris sendiri. Dulu, segalanya terasa begitu penting.
"Kenapa sih, kok suka banget liat yang lama-lama?" tanya Rina, temanku yang tahu betul kebiasaanku menghabiskan waktu menelusuri foto-foto dan postingan lama.
"Nggak tahu," jawabku pelan. "Kadang cuma... merasa ada yang hilang."
Rina mendesah, "Masih belum bisa move on dari akun lamamu itu ya?"
Aku terdiam. Tahun 2011 itu, akun Facebook lamaku tiba-tiba terkunci, padahal di sanalah semua jejakku tersimpan. Aku mencoba login berkali-kali, tetapi gagal. Semua kisah hidup, canda tawa, cerita harian, menguap tanpa jejak. Sejak saat itu, aku tidak pernah benar-benar merasa utuh di media sosial. Aku mencoba membangun lagi akun baru, tapi tak pernah lagi merasakan hal yang sama.
"Kamu tuh harusnya udah ngelepasin," kata Rina lagi, sambil menepuk bahuku.
Namun, hari itu sesuatu yang tak biasa terjadi. Ponselku bergetar, notifikasi Facebook muncul: "Selamat, Anda terpilih sebagai kreator yang sedang naik daun!"
Aku tertegun. Kreator? Aku? Aku bahkan sudah hampir tidak peduli dengan pengakuan semacam itu. Sejak akun baru ini, aku memang masih berbagi, tapi tak pernah dengan tujuan yang sama seperti dulu. Semua hanya sekadar mengekspresikan diri, tanpa mengharapkan pengakuan apa-apa.