Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Integrasi PGP ke dalam PPG dan Pengembangan Magister Pendidikan sebagai Alternatif untuk Meningkatkan Kompetensi Guru

9 November 2024   07:21 Diperbarui: 9 November 2024   07:25 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Latar Belakang

Program Guru Penggerak (PGP) dan Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah dua inisiatif yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia. 

PGP berfokus pada pelatihan kepemimpinan guru, sementara PPG diarahkan untuk memberikan kompetensi dasar pedagogik dan profesional bagi calon guru dan guru honorer yang memenuhi syarat. Meski kedua program ini penting, adanya duplikasi materi dan fungsi antara PGP dan PPG menimbulkan tantangan efektivitas anggaran dan waktu, serta potensi penguatan kompetensi yang tidak optimal.

Selain itu, pendidikan strata 2 (Magister Pendidikan) sebagai alternatif pengembangan profesionalisme guru juga menawarkan potensi untuk menciptakan guru yang lebih terampil dalam bidangnya, baik secara pedagogis maupun manajerial. 

Mengingat pentingnya peningkatan kualitas guru untuk mendukung program pendidikan di Indonesia, kebijakan yang mengintegrasikan program-program tersebut perlu dipertimbangkan. Salah satu solusi yang dapat diusulkan adalah penggabungan materi kepemimpinan dari PGP ke dalam PPG dan pemberian akses lebih luas terhadap pendidikan Magister Pendidikan untuk guru-guru yang sudah berpengalaman.

Analisis Masalah

1. Kompetensi Guru yang Belum Optimal

Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) pada 2019 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kompetensi pedagogik dan profesional guru di Indonesia hanya mencapai 55 dari skala 100. Rendahnya kompetensi ini mencerminkan perlunya penguatan dalam pelatihan yang diterima guru. Berdasarkan teori kompetensi guru Shulman (1986), guru harus memiliki penguasaan materi, metode pengajaran yang kuat, dan pemahaman konteks siswa, yang kesemuanya difasilitasi oleh PPG. Namun, aspek kepemimpinan yang penting untuk membimbing siswa dan berinovasi di sekolah saat ini belum menjadi bagian integral dari PPG, tetapi baru dicapai melalui PGP.

2. Kurangnya Efektivitas dalam Pengembangan Profesional Guru

Studi Guskey (2002) menyebutkan bahwa pengembangan profesional yang efektif memerlukan kontinuitas dan relevansi dengan konteks pekerjaan sehari-hari. PGP yang fokus pada kepemimpinan menciptakan jurang antara guru yang menjalani program ini dan guru lainnya. Berdasarkan survei Koalisi Pendidikan Nasional (KPN) tahun 2023, hanya 45% guru yang memiliki keterampilan kepemimpinan yang memadai di sekolah. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keterampilan kepemimpinan belum dimiliki oleh sebagian besar guru. Jika materi kepemimpinan dari PGP diintegrasikan ke dalam PPG, maka kesempatan untuk menguasai keterampilan ini dapat terbuka bagi seluruh peserta PPG, sehingga tercipta kompetensi yang lebih menyeluruh.

3. Pendidikan Strata 2 (Magister Pendidikan) sebagai Alternatif

Pendidikan Strata 2 (Magister Pendidikan) menawarkan kesempatan lebih luas bagi guru untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka di bidang kepemimpinan pendidikan, manajerial, serta inovasi pembelajaran. Berdasarkan teori pengembangan profesional oleh Darling-Hammond (2000), pendidikan lanjutan di tingkat magister memberikan dampak positif terhadap kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran dan pemimpin sekolah. Dengan mengikuti program magister pendidikan, guru dapat mengembangkan keterampilan dalam merancang kebijakan pendidikan, merumuskan inovasi pembelajaran, dan menerapkan penelitian dalam praktik.

Data dari Laporan Pendidikan Tinggi Indonesia (2022) menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% guru di Indonesia yang melanjutkan pendidikan ke tingkat magister. Padahal, pendidikan lanjut ini memiliki potensi besar untuk memperkaya wawasan dan kompetensi guru dalam mengelola pembelajaran dan memimpin perubahan di sekolah. Oleh karena itu, memberikan insentif dan akses lebih besar bagi guru untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat magister pendidikan dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran dan kepemimpinan di sekolah-sekolah Indonesia.

Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan dasar teori, data, dan analisis di atas, berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan:

  1. Integrasi Materi Kepemimpinan ke dalam Kurikulum PPG
    Program Guru Penggerak perlu diintegrasikan sebagai modul kepemimpinan dan inovasi di dalam PPG. Mengacu pada pendekatan holistik dalam pendidikan guru oleh Fullan (1993), pembelajaran kepemimpinan yang berkelanjutan dan kontekstual akan memampukan guru menjadi agen perubahan di sekolah. Dengan integrasi ini, seluruh peserta PPG dapat memperoleh keterampilan kepemimpinan, yang sebelumnya hanya tersedia bagi peserta PGP.
  2. Optimalisasi Anggaran dengan Penggabungan PGP dan PPG
    Dengan mengintegrasikan materi dari PGP ke dalam PPG, anggaran yang sebelumnya terpisah dapat digabungkan untuk memperluas akses pelatihan. PPG yang mencakup pelatihan kepemimpinan akan memungkinkan seluruh peserta untuk mendapatkan manfaat yang lebih luas tanpa memerlukan alokasi anggaran khusus untuk dua program terpisah.
  3. Pemberian Insentif bagi Guru untuk Melanjutkan Pendidikan ke Magister Pendidikan
    Pemerintah dapat memberikan insentif bagi guru yang melanjutkan pendidikan ke program magister pendidikan. Berdasarkan hasil studi oleh Lavy dan Schlosser (2011) yang menunjukkan bahwa pendidikan lanjutan bagi guru berhubungan positif dengan peningkatan hasil belajar siswa, menyediakan dana beasiswa atau fasilitas lainnya untuk program magister pendidikan dapat memotivasi lebih banyak guru untuk melanjutkan pendidikan mereka.
  4. Penyusunan Program Magister Pendidikan yang Terintegrasi dengan PPG
    Program magister pendidikan yang dirancang untuk guru dapat mencakup pengembangan kepemimpinan pendidikan, manajemen pembelajaran, dan inovasi kurikulum. Mengacu pada pendekatan profesionalisme guru oleh Hargreaves (2000), program ini harus berfokus pada aspek praktis yang dapat langsung diterapkan di sekolah. Sehingga lulusan S2 Magister Pendidikan tidak perlu lagi menempuh PPG, karenanya efektif efisien.

Kesimpulan

Dengan menggabungkan komponen kepemimpinan dari Program Guru Penggerak ke dalam Pendidikan Profesi Guru dan memberikan insentif bagi guru untuk melanjutkan pendidikan ke Magister Pendidikan, pemerintah dapat menciptakan kebijakan yang lebih menyeluruh dalam meningkatkan kualitas guru.

Penggabungan ini akan menghasilkan guru yang kompeten, inovatif, dan siap memimpin perubahan di sekolah. Pendidikan lanjutan melalui program magister juga memberikan dampak jangka panjang yang signifikan terhadap pengelolaan pendidikan di Indonesia, meningkatkan daya saing dan kualitas pembelajaran yang berdampak langsung pada hasil belajar siswa.

Dengan demikian, kebijakan ini akan mempercepat tercapainya tujuan pendidikan yang berkualitas dan merata di seluruh Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun