Dalam konteks ini, ada beberapa teori yang bisa dipertimbangkan. Dalam teori diplomasi tradisional, simbolisme keluarga pertama, termasuk ibu negara, memainkan peran penting. Ibu negara sering dianggap sebagai bagian dari "soft power" negara, yang mempengaruhi persepsi publik dan hubungan internasional melalui aktivitas sosial dan budaya. Namun, teori diplomasi yang lebih kontemporer, seperti diplomasi publik dan diplomasi keluarga, mengakui bahwa peran ini dapat diisi oleh siapa saja yang memiliki hubungan dekat dengan kepala negara---dalam hal ini, Didit sebagai anggota keluarga.
Kehadiran Didit Hediprasetyo dalam lawatan kenegaraan ini lebih dapat dipandang sebagai langkah pragmatis, dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa ibu negara mungkin tidak selalu terlibat dalam setiap kunjungan internasional. Kehadiran Didit, meskipun tidak menggantikan ibu negara, tetap memberikan kesan bahwa keluarga presiden turut berperan dalam mendukung dan memperkuat posisi diplomatik Indonesia di luar negeri.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, meskipun tradisi mengharuskan ibu negara hadir dalam banyak kesempatan kenegaraan, tidak ada aturan yang tegas yang mengharuskan hal tersebut. Kehadiran Didit Hediprasetyo sebagai pendamping Presiden Prabowo lebih bisa dipahami sebagai simbol dukungan keluarga dalam rangka mempererat hubungan diplomatik dengan China. Ia tidak menggantikan peran ibu negara, namun tetap membawa nilai representasi yang cukup penting dalam konteks diplomasi keluarga dan hubungan internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H