OLEH: Khoeri Abdul Muid
Apa yang terjadi ketika budaya dan identitas suatu suku dianggap eksklusif, hanya boleh dimiliki oleh mereka yang berasal dari kelompok tersebut? Apakah keberagaman yang sejatinya menjadi kekuatan bangsa justru menjadi pembatas yang merugikan?Â
Kasus mengenai klaim Ikatan Keluarga Minang (IKM) terhadap rumah makan Padang adalah salah satu contoh bagaimana kebijakan yang awalnya bertujuan melestarikan budaya bisa menimbulkan kontroversi dan bahkan memicu perpecahan.Â
Klaim bahwa hanya orang Minang yang berhak mengelola rumah makan Padang tidak hanya menimbulkan pro dan kontra, tetapi juga menciptakan ketegangan yang bisa merusak semangat persatuan yang selama ini menjadi fondasi bangsa Indonesia.
Sukuisme dalam Dunia Kuliner: Mengapa Hal Ini Menjadi Masalah?
Sukuisme dalam konteks ini berarti pembatasan atau pemberian hak istimewa kepada individu atau kelompok berdasarkan latar belakang suku atau etnis mereka. Dalam kasus rumah makan Padang, klaim yang menyebutkan hanya orang Minang yang berhak mengelola rumah makan Padang menciptakan sebuah kecenderungan yang sangat membatasi, terutama bagi pengusaha atau individu yang memiliki kecintaan dan keahlian dalam kuliner Padang, meskipun mereka bukan berasal dari suku Minang.Â
Ini menjadi problematik karena menciptakan diskriminasi sosial yang tidak hanya mempersulit mereka yang ingin berkontribusi, tetapi juga membatasi potensi kreativitas dan inovasi yang datang dari beragam latar belakang budaya.
Menurut Hutchinson dan Smith (1996), sukuisme atau nasionalisme etnis sering kali dipicu oleh perasaan keterikatan pada kelompok etnis tertentu yang merasa perlu untuk mempertahankan kontrol atas kebudayaan atau ekonomi yang mereka anggap bagian dari identitas mereka. Namun, hal ini bisa mengarah pada isolasi budaya dan menutup peluang bagi pihak lain yang dapat memperkaya kebudayaan tersebut.
Keberagaman Sebagai Kekuatan dalam Ekonomi dan Budaya
Keberagaman adalah kekuatan yang membawa inovasi dan kemajuan. Dalam konteks kuliner, misalnya, banyak rumah makan Padang yang dikelola oleh individu dengan latar belakang suku lain yang tidak hanya mempertahankan cita rasa otentik, tetapi juga memberi sentuhan inovasi yang memperkenalkan kuliner ini ke pasar yang lebih luas.
Pengusaha dari berbagai suku bisa memperkenalkan pendekatan yang berbeda, seperti dalam konsep penyajian, pengalaman makan, atau adaptasi dengan selera konsumen yang lebih beragam.
Mckinsey & Company (2015) dalam laporannya menunjukkan bahwa keberagaman dalam tim atau perusahaan dapat meningkatkan kinerja bisnis sebesar 35%. Ini mencerminkan bahwa keberagaman membawa perspektif baru yang pada gilirannya menghasilkan produk atau ide yang lebih inovatif.Â
Dalam konteks kuliner, keberagaman dapat memperkenalkan berbagai variasi rasa dan cara penyajian yang justru akan memperkaya pasar, bukan membatasi.
Persatuan Bangsa: Menghargai Identitas Tanpa Menutup Kesempatan
Penting untuk kita ingat bahwa Indonesia sebagai negara dengan lebih dari 1.300 suku bangsa memiliki dasar negara yang menegaskan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman adalah jati diri bangsa ini, dan Pancasila sebagai dasar negara menegaskan pentingnya saling menghargai dan menghormati perbedaan dalam kehidupan sosial dan ekonomi.Â
Persatuan bangsa tidak bisa dibangun melalui pemisahan berdasarkan suku atau etnis, melainkan melalui kolaborasi yang inklusif dan menghargai kontribusi setiap individu, apapun latar belakangnya.
Sebagai Benedict Anderson (1983) dalam karyanya Imagined Communities menjelaskan, konsep kebangsaan yang bersatu bukan berdasarkan kesamaan etnis, tetapi pada kesadaran kolektif bahwa kita semua memiliki tujuan yang sama dalam kehidupan berbangsa.Â
Kebanggaan atas budaya dan tradisi harus diimbangi dengan kesediaan untuk berbagi dan berkolaborasi demi kemajuan bersama.
Kesimpulan
Keberagaman dalam kuliner, seperti halnya dalam aspek lainnya, seharusnya menjadi jembatan yang memperkuat persatuan, bukan dinding pemisah. Saat kita mengapresiasi kuliner Padang, kita tidak hanya menghargai rasa dan cita rasanya, tetapi juga menghargai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya---nilai-nilai yang mampu menghubungkan berbagai suku, etnis, dan budaya dalam satu kesatuan bangsa.Â
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membuka ruang yang seluas-luasnya bagi siapa saja yang ingin berkontribusi dalam mempromosikan dan melestarikan kebudayaan kuliner, tanpa melihat asal-usul etnis mereka. Sukuisme dalam bentuk apapun hanya akan merugikan kita semua, sementara persatuan dalam keberagaman akan membawa kita pada kemajuan yang lebih besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI