Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Music

Bisakah Musik Membuat Kita Jatuh Cinta Lagi? Romantisme di Tengah Tren Maliq & D'essentials

10 Oktober 2024   04:33 Diperbarui: 10 Oktober 2024   07:44 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maliq & D'essentials. detk.com

Namun, romantisme ini juga bisa dilihat sebagai komoditas yang dijual dengan harga yang tak ternilai. Lagu-lagu romantis laris manis di pasar karena mereka mampu mengikat perasaan manusia dalam wadah yang sangat dapat diprediksi---cinta.

Hal ini bukan sekadar refleksi emosional, tetapi produk budaya yang dikonsumsi dalam lingkup kapitalisme.

Musik Sebagai Bisnis: Viralitas dan Ekonomi Emosi

Apa yang membuat Maliq & D'essentials tiba-tiba tajir? Jawabannya adalah kapitalisasi dari emosi kolektif yang viral di media sosial. Di era modern ini, viralitas bukanlah sesuatu yang spontan; ia merupakan hasil dari strategi pemasaran digital yang cermat, di mana konten disebarkan untuk memicu resonansi emosional di kalangan audiens luas.

Inilah mengapa lagu Kita Bikin Romantis bukan hanya populer, tapi juga menjadi mesin ekonomi bagi band tersebut.

Musik, di tangan bisnis modern, telah menjadi alat monetisasi emosi. Konser, tur, merchandise, dan hak cipta adalah beberapa dari banyak aliran pendapatan yang bisa dieksploitasi dari satu karya musik.

Di sinilah musik berfungsi sebagai medium kapitalistik, di mana kesuksesan diukur berdasarkan popularitas di media sosial dan kemampuan untuk menghasilkan uang, bukan hanya pengaruh artistik atau nilai estetisnya.

Refleksi Filosofis: Musik, Kapitalisme, dan Romantisme Modern

Jika kita melihat fenomena ini dari perspektif filsafat, terutama dalam konteks kapitalisme budaya, Maliq & D'essentials dan lagu mereka adalah representasi dari apa yang disebut "ekonomi romantisme." Di era di mana segala sesuatu dapat dimonetisasi, termasuk cinta dan romantisme, musik menjadi kendaraan yang efektif untuk menjual pengalaman emosional.

Dalam dunia yang dikuasai oleh tren dan permintaan pasar, musik tak lagi menjadi sekadar ekspresi jiwa, melainkan produk yang harus sesuai dengan selera publik untuk tetap relevan.

Ini menimbulkan pertanyaan besar: Apakah kita benar-benar jatuh cinta pada musik, atau kita hanya jatuh cinta pada apa yang dijual kepada kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun