OLEH: Khoeri Abdul Muid
Apa sebenarnya yang membuat sebuah lagu sederhana seperti Kita Bikin Romantis dari Maliq & D'essentials bisa menjadi fenomena sosial dan ekonomi?
Pertanyaan ini mengusik banyak pemikiran, terutama di tengah gelombang tren budaya dan bisnis musik yang kini tidak lagi hanya berkisar pada kualitas suara atau melodi, tetapi juga padadetik.com bagaimana ia diterjemahkan, dibagikan, dan ditafsirkan di media sosial.
Fenomena Maliq & D'essentials yang mendadak "tajir" berkat viralnya lagu mereka adalah contoh nyata bagaimana musik telah berubah menjadi komoditas di era digital, bukan hanya sebuah karya seni yang berdiri sendiri.
Di sini, kita melihat pergeseran dari apresiasi estetik menuju pengalaman sosial yang melibatkan emosi, tren viral, dan kapitalisasi. Lalu, apa yang membuat Kita Bikin Romantis begitu kuat hingga mampu menembus batas-batas sosial, bahkan usia?
Romantisme sebagai Produk dan Tren Budaya
Romantisme dalam musik sering kali disalahartikan sebagai sekadar cerita cinta yang dikemas dalam nada-nada manis. Namun, jika kita telusuri lebih dalam, ia adalah salah satu bentuk pelarian dari realitas yang keras. Lagu-lagu seperti Kita Bikin Romantis menawarkan eskapisme yang mudah diakses, terutama dalam dunia yang semakin individualis.
Ketika orang terjebak dalam hiruk pikuk kehidupan modern yang dingin, musik menjadi ruang bagi mereka untuk merasakan kehangatan dan nostalgia.
Dari perspektif budaya, Maliq & D'essentials menawarkan narasi sederhana: cinta dan romantisme. Di tengah kompleksitas hidup yang penuh tekanan, lirik mereka memberikan kesederhanaan yang menyegarkan.
Orang-orang yang mendengarkannya merasa diangkat dari kenyataan pahit sehari-hari, dan itu memberikan rasa keterhubungan yang lebih besar.