Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Halu, Jalan Menuju Makna Hidup Sehat

3 Oktober 2024   22:21 Diperbarui: 3 Oktober 2024   23:17 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Apa artinya halu dalam kehidupan kita, dan bagaimana kita bisa mengelola kehaluan itu agar dapat menjadi jalan menuju realitas yang lebih bermakna?

Dalam perjalanan hidup yang terus bergulir, terkhusus bagi mereka yang memasuki fase tua, kehaluan bukan sekadar pelarian; ia bisa menjadi jembatan menuju penghayatan hidup yang lebih dalam.

Dari perspektif agama Islam, halu dapat dimaknai sebagai harapan dan impian yang masih ada dalam diri manusia. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman, "Dan janganlah kamu merasa lemah dan janganlah kamu bersedih hati, karena kamu paling tinggi derajatnya, jika kamu orang yang beriman" (QS. Ali Imran: 139). Di sini, kehaluan dapat dilihat sebagai upaya untuk terus menjaga semangat hidup, meski di usia yang tidak lagi muda. 

Ketika kita mengelola kehaluan dengan bijak, ia dapat berfungsi sebagai motivasi untuk menjalani kehidupan dengan penuh syukur dan penerimaan. Kita diingatkan bahwa selama kita masih bernapas, harapan dan impian itu tetap ada, menjadi bagian integral dari perjalanan hidup kita.

Di sisi filsafat, kehaluan memiliki makna yang lebih kompleks. Dalam filsafat eksistensialisme, seperti yang diajukan oleh Jean-Paul Sartre, keberadaan manusia dipandang sebagai suatu proyek yang tidak pernah selesai. Hal ini mengisyaratkan bahwa halu, atau keinginan akan sesuatu yang lebih, merupakan bagian dari pencarian makna dalam hidup. 

Dalam konteks ini, kehaluan bisa diartikan sebagai usaha untuk menemukan dan menciptakan makna di tengah ketidakpastian hidup. Namun, pengelolaan kehaluan menjadi sangat penting. Kita perlu berhati-hati agar tidak terjebak dalam kehaluan yang berlebihan atau tidak realistis, yang dapat mengalihkan perhatian kita dari realitas yang ada. 

Sartre mengajarkan bahwa kita harus berani menghadapi kenyataan dan membuat pilihan yang sadar. Oleh karena itu, penting untuk mengelola harapan dan keinginan kita agar tetap relevan dengan keadaan.

Dalam teori relevan, khususnya teori psikologi positif, kita diajak untuk melihat bahwa harapan dan aspirasi adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan. Martin Seligman, pelopor psikologi positif, menekankan pentingnya memiliki tujuan yang berarti dalam hidup. Kehaluan, jika dikelola dengan baik, dapat berfungsi sebagai pendorong untuk mencapai tujuan tersebut. 

Dalam fase usia yang lebih dewasa, di mana kita mungkin sudah pensiun dari pekerjaan, kehaluan bisa menjadi jembatan untuk menemukan hobi baru, menjalani aktivitas yang menyenangkan, dan menikmati kebersamaan dengan orang-orang terkasih. 

Kita bisa menjelajahi tempat-tempat baru, mencoba kuliner yang berbeda, dan merayakan momen-momen kecil bersama keluarga dan sahabat.

Namun, perlu diingat bahwa dalam setiap kehaluan ada batasan yang harus dihormati. Pengelolaan kehaluan yang baik melibatkan kemampuan untuk membedakan antara keinginan yang sehat dan harapan yang tidak realistis. Ini sejalan dengan konsep moderasi dalam Islam, di mana kita diajarkan untuk menjalani hidup dengan seimbang dan tidak terjebak dalam perilaku berlebihan. 

Ketika kita mengelola kehaluan dengan bijaksana, kita mampu menikmati hidup sepenuhnya, merayakan setiap momen, dan tetap terhubung dengan orang-orang di sekitar kita.

Di penghujung hidup, ketika segala kebutuhan dan aspirasi mungkin tidak lagi sekuat di masa muda, halu tetap memiliki tempat yang penting. Ia menandakan bahwa kita masih memiliki keinginan dan harapan. 

Sebagaimana pepatah mengatakan, "Selama nafas masih ada, harapan pun masih hidup." Halu adalah sebuah perjalanan, bukan sekadar tujuan. Dengan mengelolanya dengan baik, kita bisa menjadikan halu sebagai sumber kebahagiaan, yang mengantarkan kita pada realitas yang lebih kaya dan berarti.

Mari kita nikmati keindahan hidup ini---venue dan view yang romantis, momen syahdu, serta kebersamaan dengan saudara-saudara kita. Nikmati setiap detik, setiap tawa, dan setiap harapan yang masih ada, karena itu adalah bagian dari perjalanan kita yang berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun